Minggu, Juni 06, 2010

Angin di Atap Villa des Rosses Share

By Wahyu Wibowo
Buat FA; Anies; Din; Fb; Julia; Frrh; HCB; Kurniawan; Adek Alwi.


pada akhir ciumanmu, buku fajar pun tertutup wewangian,
setelah lembar-lembar syair kita tulisi, tentang gelora angin
yang ingin secepatnya berjuntai di atap Villa des Rosses

kita pun bersitatap: atap Villa des Rosses tetap memejam mata,
menanti syair usai digubah, seperti ujung penantian Willem Elsschot
pada Villa des Rosses di Antwerpen, yang lantas menerbangkan
ribuan kunang-kunang pada gelayut tubuh kita

kita pun bergegas: menutup buku fajar dengan juntaian angin
di atap Villa des Rosses, merobek lembaran syair yang tak juga
rampung, menebarkannya di antero leherku yang, lirih katamu,
mirip kilau pedang Willem Elsschot, dan membiarkanmu merabai
lekukan bibir angin di atap Villa des Rosses

pada akhir ciumanmu, kita harus terus menulisi lembar-lembar syair,
sekalipun tinta tinggal setetes dan gumam yang tertahan


Pasarminggu, 17 Mei 2010

Sabtu, Mei 29, 2010

Perias Pengantin

By Wahyu Wibowo


[buat: FA, Fbb, Frrh, HCB, Din]

untaian janji, yang pernah kau dengar, mirip
flamboyan tanpa akar, dan kau terus melukisi
rembulan dan mentari itu dengan rangkaian melati,
yang harumnya bahkan bukan untukmu, bersama cinta
yang mengendap dalam gelak

hanya sunyi yang mengepung, berhias untaian janji,
dan pendaran harum melati, yang melontarkanmu
pada sungai tua, yang airnya pernah mengaliri hati,
dan membasahi ruang-ruang di jantung, bergemericik,
memesona rembulan dan mentari itu pada sebuah muara
yang entah apa namanya, selalu saja begitu

mencari akar flamboyan, dan kau coba tanamkan kembali
pada janji yang teruntai, yang pernah kau dengar,
malah kau yang tersengguk


Yogyakarta, 20 Mei 2010

Selasa, Mei 25, 2010

Pomme d’Amour (Sampailah Kita ke Telaga Itu)

By Wahyu Wibowo



sampailah kita ke telaga itu, setelah tersaruk ke lebatnya hutan tanya, memetiki buah yang entah apa namanya, dan menulisi berlembar-lembar daun dengan puisi, yang semula sulit dimaknai, padahal rembulan begitu pasrah menatap

sampailah kita di telaga itu, dan kita pun hangat berpagut, sambil kenakan gaun pengantin, yang tak akan kita lepas, sebelum air telaga mengering, sebelum daun-daun berpuisi mengurapi aroma maknanya, dan sebelum angin menggoda Pomme d’Amour, yang merimbun di situ, yang kemudian kau suapkan kepadaku, penuh hasrat, mirip anak-anak rusa yang berlari-larian kegirangan mengejar sisa-sisa embun yang sembunyi

sampailah kita di telaga itu, akhirnya, saling menggigiti
Pomme d’Amour, berjanji seperti bumi yang takkan pernah ingin usai
mengitari mentari


Depok, 16 Mei 2010

Senin, Januari 04, 2010

The Last Border Line


Di garis batas terakhir itu
Aku mulai melangkah
Tinggalkan semua bayangan masa lalu
Pernik-pernik kenangan hanyalah diorama
Yang sesekali patut ditengok lagi
Ketika kekinian terbalut rutinitas

Di garis batas terakhir itu
Aku mulai mengayuh dayung
Biduk pelaminan 'kan berlayar menuju pulau harapan
Bersama sang nakhoda pemandu arah kehidupan
Membangun sumpah setia menjadi kenyataan abadi

Di garis batas terakhir itu
Aku mulai merangkai
Keluarga sakinah, mawaddah, wa rokhmah
Terngiang sudah teriakan bocah-bocah
Lucu....
Manja...
Nakal...
Menggemaskan...
Wujud ucapan ijab kabul di depan penghulu,
kerabat, keluarga, teman, tetangga, dan para undangan

Di garis batas terakhir itu
Aku mulai kian memahami
Arti dan makna sakralitas pernikahan
Bukan sekadar legitimasi keintiman
AmanahNya yang harus kupertanggungjawabkan
Sampai ke dunia sana
Insya Allah...

@jakarta, di garis awal 2010.

Sabtu, Januari 02, 2010

Kalau saja aku bisa...

kalau saja aku bisa membencimu
buat apa aku mencintaimu...

kalau saja aku bisa menyakitimu
buat apa aku menyayangimu...

kalau saja aku bisa bersembunyi
buat aku selalu di sampingmu...

kalau saja aku bisa berjalan sendiri
buat apa aku menantimu...

kalau saja aku bisa membunuh sepi
buat apa aku merindukannmu...

kalau saja aku bisa menutup diri
buat apa aku sudi kau menenciumku...

jadi, biarkan semuanya begini
dan akhirnya berlalu...

@jakarta, 01 januari 2010

Rabu, Desember 30, 2009

Satu tahun sudah...

Sudah satu tahun Hening Bening (HB) ada di jalur lalu lintas dunia maya
dan sudah satu tahun pula tulisan-tulisan dan hasil perenungan tertuang
Beberapa tulisan ditulis di bulan yang sama
dan ada bulan yang tidak menghasilkan tulisan apapun,
Hal ini disebabkan kesibukan dari jasad yang terseret arus waktu dunia
(mudah-mudah jiwa tidak ikut terseret)

Saat ini menjelang akhir tahun 2009,
Kita mulai mengoreksi diri kembali
Apakah kita semakin matang dan dewasa dalam menghadapi hidup?
Ataukah hanya ke sia-siaan belaka?

Babak kehidupan silih berganti
Episode demi episode kita lalui
Apapun peranan kita
Hanya satu tujuan yaitu berserah diri ke Allah Swt

Jakarta , 28 Desember 2009 jam 13.00 siang

Rabu, Desember 23, 2009

Mengeluh

Tanpa sadar kita sering mengeluh
Mengeluh akan segala sesuatu
padahal Allah lebih mengerti dari pada kita
tapi kita sudah memprotesnya
Mengeluh setiap saat , tanpa sadar menjadi kebiasaan dan 'habit' dalam diri
kita, dan tanpa sadar juga mungkin sudah mengalir dalam aliran darah kita..

Jadi ingat kejadian kecil di suatu siang
Bilang saja si Fulan namanya , yang hendak makan siang di saat jam istirahat
Baru saja si Fulan dan teman-temannya duduk di bangku meja makan,
si Fulan tiba-tiba menjerit sambil berdiri lompat,
sampai semua yang makan di ruangan tersebut ikutan kaget
si Fulan menjerit 'aduuuh' karena pahanya ke sisipan kayu bangku yang di
dudukinya sehingga terasa sangat perih
lalu dia berteriak ke yang punya tempat makan, minta peniti dan pinjam
toilet sambil menggerutu betapa perihnya
setelah dari toilet , sudah merasa lega, dia cerita ke rekan-rekannya
bagaimana perihnya kesisipan kayu walau hanya kecil dan masih dilapisi
celana panjangnya namun belum selesai dengan perihnya,
dia protes lagi karena makanannya belum siap juga
saat itu memang antre, karena di jam makan namun nasi dan tongsengnya si
Fulan belum siap.

akhirnya setelah menuggu ..makanan siap juga
tapi si fulan menggerutu lagi karena tongsengnya lebih banyak sayur kol
nya daripada kambingnya,
sambil bilang 'ini sih tongseng kol daripada tongseng kambing'
dan lebih menggerutu lagi saat si tongseng nya tanpa rasa
alias kurang garam dan dia protes keras ke si penjual
setelah garam diberikan , akhirnya si fulan mulai menyantap hidangannya ,
dan hujan mulai turun rintik-rintik , dan lagi-lagi si fulan mengeluh
kenapa hujan, bagaimana balik ke kantor nya, tidak bawa payung,
nanti basah dsbnya

Cerita tersebut cuma hal kecil
namun sudah menjadi habit dalam kehidupan si fulan untuk mengeluh setiap
hal yang terjadi detik per detiknya
mungkin termasuk kita yang tanpa sadar sering mengeluh untuk
perkara-perkara kecil , apalagi perkara besar dalam hidupnya
padahal manusia harus bersyukur dengan apa yang diperolehnya setiap detik
pula coba saja lihat ..banyakan nikmat Allah diberikan ke kita kan?...daripada
sebaliknya

Jakarta, 23 Desember 2009

Selasa, Desember 15, 2009

Insya Allah


Semuanya sesuai dengan rencana
Setelah sekian lama menanti
Akhirnya tiba
Restu dan doa kedua orangtua
Dan seluruh keluarga
Segala puji bagi Allah swt.

Minggu, Agustus 30, 2009

Keselarasan (2)

Kukenang, kubayangkan dan kuingat kembali
Alur-alur kebersamaan dan keselarasan yang terbingkai oleh kesederhanaan serta kepolosan hati dan jiwamu yang suci
Mengalir lembut, menyusup ke setiap relung hati dan jiwaku yang paling dalam
Mengisi ruang-ruang yang dangkal
Mengasah sudut-sudut yang tumpul
Membasuh bercak-bercak yang kotor
Membenahi semua yang tidak patut…

Perubahan demi perubahan terus terjadi
Ruang-ruang yang dangkal menjadi lebih dalam dan terisi
Sudut-sudut yang tumpul menjadi lebih tajam
Bercak-bercak yang kotor menjadi lebih bersih
Semua yang tidak patut akhirnya terbenahi menjadi kepatutan

Berkat kebersamaan, keselarasan, ketulusan serta
keikhlasan hati dan jiwamu
Karakter dan kebiasaan yang sudah terbentuk puluhan tahun
Mampu kau ubah cuma dalam hitungan tahun satu digit
Suatu kekuatan luar biasa yang amat langka
Tuhan telah membimbingmu untuk melakukan itu semua
Alhamdulillah...

@waktu sahur, 9 Ramadhan 1430 H
30 Agustus 2009

Senin, Agustus 17, 2009

Ondel-ondel dan Romantisme Kota Jakarta

Ondel-ondel...
Begitulah namaya
Maskot kota Jakarta
Boneka besar menyerupai manusia
Bentuk tubuhnya, gerakannya, dan ulahnya
Lucu-lucu, lucu-lucu
Entah "anak siapa" mereka

Berlenggak lenggok berdampingan dengan pasangannya
Sambil menggeleng-gelengkan kepala
Para penonton tertawa riang gembira
Cuma muncul jika ada perayaan

Di hari-hari biasa
Ondel-ondel hilang entah kemana
Terseret arus derunya mesin motor
Berjubel memenuhi ruas jalan-jalan ibukota
Dari jauh cuma tampak benda-benda bulat mengkilat, lusuh dan dekil
Kepala para pengendaranya terbungkus helmet

Kebat kebit jaket beragam model, ukuran dan warna
Terhempas angin menebarkan aroma tak sedap
Karena sudah berbulan-bulan tak sempat dicuci
Ternyata tak sekadar pelindung badan

Di sela hiruk pikuk lalu lintas kota Jakarta
Yang sudah terkenal paling kacau di dunia
Masih terlintas romantisme yang dipaksakan

Inikah penyangkalan terhadap stigma kota Jakarta
Yang dianggap lebih kejam daripada ibu tiri?
Entahlah...

Berjayalah kota Jakarta di ulang tahun ke 64
Negara Kesatuan Republik Indonesia!

@jakarta, 17 agustus 2009

Selasa, Agustus 11, 2009

Keselarasan (1)

"Keselarasan"
Satu kata yang membuat dua hati dari jenis yang berbeda selalu merasa nyaman, tenang, damai, dan bahagia...

Dua hati yang mampu membangun keselarasan tidak akan pernah jemu untuk selalu saling menyapa...


Menyapa dalam suka yang bahagia
Menyapa dalam duka yang nikmat...

Mahasuci Allah yang telah menciptakan itu
Mahaadil Allah yang menganugerahkan itu
Pada semua mahlukNya tanpa kecuali...

@rgn-jakarta, 8 Agustus 2009

Minggu, Agustus 02, 2009

Border Line (3)

Sejak terbangun dari tidur di pagi subuh
Aku mampu menggerakkan seluruh anggota tubuh
Aku mampu bernafas, aku mampu berpikir
Aku mampu mendengar suara hati nurani seperti biasanya
Alhamdulillah, aku masih diberi kesempatan olehNya
Menjalani hidup di hari ini...

Kehidupan itu sendiri terus bergulir dan berproses
Tidak ada yang tahu kapan proses berakhir
Pada saatnya segalanya pasti mencapai garis batas

Kehidupan di dunia memang sangat terbatas
Namun keterbatasan itu kadang tak terpikirkan
Segalanya diterjemahkan dalam bahasa kelanggengan
Yang menyebabkan lupa diri dan lupa segalanya
Barulah tersentak menghadapi realitas yang terjadi
Ketika telah sampai pada garis batas itu

Hakikat keterbatasan untuk menyadarkan manusia
Bahwa ada ketidak-terbatasan yang maha tidak terbatas
Itulah kekuasaan Allah yang Maha Agung
Mahakuasa atas segala ciptaanNya
Subhanallah...

@minggu pagi, awal agustus 2009

Jumat, Juli 31, 2009

Pilihan dan Kodrat

Kehidupan penuh pilihan kontradiktif
Kearifan memilih menjadi keniscayaan
Ketika pilihan telah diambil
Tak layak merangkap keputusan


Ibarat dua kaki sedang berjalan
Ketika yang kiri melangkah
Yang kanan pasti mengalah
Bukan memaksakan
Melangkah bersamaan

Itulah kodrat Ilahi
Yang wajib dipatuhi

@senja hari, 31 Juli 2009

Kamis, Juli 30, 2009

Dialogku

Jadikanlah hamba ini ahli bersyukur
Pada dasarnya apapun yang menghampiri hidup hamba ini adalah karuniaMu
Ajarilah hamba untuk memahami ini
Ajarilah hamba untuk pintar dalam hal ini
Tak patut mengeluh, tak patut menyesali, dan tak patut menggerutu
Malu rasanya untuk melakukan itu semua

Jadikanlah cahayaMu itu mengalir dalam relung kalbu jiwa hamba
Agar hamba ini dapat memahami semua nikmatMu
Agar hamba dapat memahami segala pemberianMu

Rasa sedih ini
Rasa sesak ini
Rasa terpontang pantingnya dalam hidup
Bahkan rasa bahagia sekalipun
Semuanya adalah pemberianMu

Ajari hamba bahwa ini bahwa semua adalah didikanMu dalam menggembleng hamba ini
Agar hamba semakin kuat dalam mengarungi kehidupan dan semakin mengenalMu

Hidup di dunia itu bagaikan praktek laboratorium hamba dalam menempuh
perjalanan yang lebih panjang
Tak patut hamba menggerutu
Rasa nangis-nangisnya hamba dalam hidup ini tetap dengan pengetahuan,pengetahuan akan hadirnya diriMu...
Rasa pedih dan jatuh bangunnya hamba tetap dengan pengetahuan, pengetahuan akan diriMu...

Ajarkan hamba mengenalMu
Begitu banyak nikmat yang Engkau berikan sampai hamba tak sanggup menghitungnya

Jadikanlah hamba ahli bertobat
Jadikan hamba ini hamba yang dapat berserah diri padaMu

Tolonglah hamba untuk selalu dalam genggamanMu
Untuk selalu di sisiMu
Diangkat derajat hamba untuk dapat menjadi kekasihMu
Tak ada daya dan upaya, hanya Engkau semata
Tak ada daya hamba ini hanya memohon pertolonganMu

Ridhoilah hamba untuk selalu dapat berdialog denganMu
Ridhoilah hamba untuk diberikan nur cahaya ilmuMu
Ridhoilah hamba setiap saat, setiap detik...
Seperti setiap saat dan setiap detik pula nikmat Mu selalu hadir dalam kehidupan hamba

Ijinkanlah hamba bisa berjalan ke arah shiratal mustaqim
Ibarat panjangnya sejadah di hamparan perjalanan hidup hamba yang harus hamba lalui, agar berujung kepadaMu
Ijinkanlah segalah aktivitas hamba adalah atas ridhoMu...

Betapa tak sempurnanya hamba ini
Betapa tak tahu dirinya hamba ini
Ampunilah hamba...

Semakin mengenalMu
Semakin kecil hamba ini
Semakin tak tahu dirinya hamba ini
Semakin menyadari tak ada daya dan punya keterbatasan
Tariklah hamba, tuntunlah hamba, bimbinglah hamba

@Jakarta, tahun 2003
Gambar: Mesjid A.Latief Pasaraya Jakarta

Border Line (2)

Ketika dini hari menggayut sunyi
Gambar itu makin tegas
Garis-garis telah membingkai jarak
Antara realita dan bayang-bayang

Yang satu di sana
Yang lain di sini
Itulah tempat berpijak
Yang harus dipilih dengan bijak...

@kendit, 30 Juli 2009

Minggu, Juli 26, 2009

Burung Mungil dan Bunga Putih

Burung mungil kini mulai tersenyum
Selintas sinar sosok menghampiri ranah
Terpendam sejuta makna penuh misteri
Kadang meyakinkan, kadang bertabur tanda tanya




Bunga putih itu tetap cantik menawan
Pot penumbuh batang mulai disiapkan
Akar pun diharap bertaut lahan
Seiring bergulirnya waktu yang makin rawan
Di batas lintas menembus harapan...

@senyap tengah hari, 26 Juli 2009

Ayunan angan rindu...

Setiap kuhela nafasku di sela rindumu,
bergetar jiwa ayunkan angan...

Setiap itu pula...
terpancar sinyal kekagumanku
pada Yang Maha Pencipta...


Kini ayunan angan rindu
Berarak ke suatu titik
Tak guna asa dilekatkan
Menanti izin kekuasaanNya...

@keheningan malam, 22/25 Juli 2009

Harmony

Di kala tarikan jasadiah menyeret kita dengan kuat
Sehingga nafas kita megap-megap seperti akan tenggelam
Dikarenakan arus yang deras menghantam kita
Itu pertanda buruk bagi sang jiwa


Betapa sedihnya bila ketidak seimbangan hidup terjadi
Sedih dan perih sangat terasa
Sedih karena waktu untukmu menjadi sedikit
Perih karena makanan jiwamu berkurang

Jiwamu seperti terpenjara dan terkukung
Mati terkulai kekurangan energi
Namun semua punya kehendak
Dan semoga ini semua kehendakNya
Agar jiwamu semakin kuat mengarungi arus
Atau segera mencari yang sesuai jiwa?
Agar semua kebutuhan jiwa terpenuhi

Apa arti kehidupan?
Saat kita mengenal jati diri
Kita akan tahu ke arah mana kita menuju
Rindu di jiwa tidak bisa di pungkiri
Itulah hakikat sejatinya manusia

@Sudirman Lt 18: 23 Juli 2009, 17:00 WIB

Border Line (1)

Batas antara kehidupan dan kematian sangatlah tipis
Setipis kertas putih
Walau sepertinya sangat jauh ribuan kilometer di depan
Namun nyatanya hanya dibatasi oleh sehelai tirai tipis
Bahkan kadang kita harus menunggu saat kematian hingga puluhan tahun
Namun tetap saja terasa sangat singkat waktunya

Kematian layaknya kita membeli sebuah tiket Jakarta Surabaya
Detik ini kita berada di Jakarta,
Sekian detik berikutnya kita sudah di Surabaya
Begitupula dengan kematian
Detik ini kita berada di alam dunia
Entah detik keberapa kita berada di alam sana

Bila jarak kematian begitu dekat dan pasti,
Sudahkah kita siap menghadapinya?
Puluhan tahun hidup di dunia , akan
Sekejap saja semuanya diputar kembali saat ajal tiba
Ternyata begitu banyak hal yang belum kita perbuat
Untuk bekal ke alam sana

Tarikan kematerian di dunia sangatlah kuat
Sekuat arus sungai yang mengalir deras
Bisa-bisa kita terhanyut dan terbawa arus sampai ke pusaran air
Dan akhirnya tenggelam tak berbekas

Berpeganglah kepada kesadaran diri terhadap Allah
Kesadaran yang kita bina selama di dunia
Sehingga menjadi mawujud di alam bawah sadar kita
Bahkan saat jiwa melayang dijemput tiba-tiba
Kesadaran diri tetap terjaga

@Sudirman Lt 18: 23 Juli 2009, 15:00 WIB

Rabu, Juli 22, 2009

Maha Karya

Ya Allah…
di saat hamba berdiri di pasir putihMu ini
hamba hanya bisa menyebut namaMu
begitu banyak pasir putih ini
terhampar dipesisir pantaiMu tak akan ada
habis-habisnya
indah...
bersih...
dan kemilau diterpa sinar mentariMu

Ya Robbi...
di saat deburan ombak menyentuh jari jemari kaki hamba
hamba hanya bisa bertasbih namaMu
begitu hangat...
dingin…
dan buih-buih air laut menerpa kaki hamba
menerpa tangan hamba
bahkan percikan ombakMu
sampai ke wajah hamba
Ya Robbi…
indah nian ciptaanMu


Ya Rahman...
di saat hamba melihat air lautMu

Ya Allah…
begitu besar lautMu
begitu tinggi ombakMu
begitu besar kekuatanMu
tidak ada daya hambaMu yang kecil ini
begitu indah dan kuatnya ombakmu ini
ombakMu yang selalu menghempas
batu-batu karang
ombak Mu yang megah dan kokoh...

Ya Rohim…
di saat hamba melihat cakrawala
dan cahaya matahariMu di tengah laut
hamba hanya menyebut namaMu

Ya Allah...
di saat hamba menyentuh air lautMu
yang asin dan hangat ini
hanya namaMu yang kusebut
di saat hamba merenung terus dan terus
hamba hanya bertasbih namaMu

Allahu Akbar...
Allahu Akbar...
Allahu Akbar...

Ya Allah...
begitu besar dan hebatnya ciptaanMu
begitu indah dan megahnya ciptaanMu
hamba takjub dengan hasil karyaMu
hamba terpana dengan maha karyaMu
tidak ada kata-kata yang pantas
dan cukup untuk menguraikan
kebesaran dan keindahanMu...

@Anyer, 1 Juni 2002

Kesendirian

Kupandangi lembah nun jauh di sana
Di balik bukit di sunyinya malam
Di balik keindahan alamMu ini
Kurasakan sunyi, hening dan dingin
Hanya diterangi cahaya bulan purnama

Kadang terdengar suara angin berdesir
Dan suara burung malam melepas
kesunyian malam...

Daun-daun bergerak lemah gemulai diterpa angin
Saat ku lihat tepat pukul dua belas malam
Tiba-tiba terdengar sayup-sayup
Suara menyebut namaMu Ya Allah
Menyebut kebesaranMu

Kadang-kadang terdengar jelas dari kejauhan
Dan kadang-kadang tertelan
menghilang oleh suara angin

Ya Allah aku merinding mendengarnya
Di tengah keluasan alamMu ini
Aku merasakan kebesaran Mu
Di tengah keluasan alamMu ini
Aku merasakan kesunyian yang mencekam

Kesendirian yang benar-benar sendiri
Seperti kesendirian yang akan kita
alami di alam lain

Ya Allah...
Aku bersimpuh padaMu
Tak kuasa aku menahan kepedihan hati ini
Aku memohon perlindungan Mu
Dari segala khilaf dan salahku


Gunung Geulis, Puncak
25 Mei 2002.

Minggu, Juni 14, 2009

Belajar dari lingkungan sosial terdekat

Malam itu udara Jakarta sangat panas. Jalan macet menambah gerahnya suasana di dalam bus kota yang aku tumpangi. Aku duduk di kursi persis dekat jendela di belakang sopir. Di sampingku seorang gadis kecil berumur sekitar 2.5 tahun dipangku ibunya tampak semakin gelisah. Kulihat rambutnya basah oleh keringat yang membasahi tubuhnya. Dugaanku benar, tidak lama kemudian suara jerit tangisnya terdengar amat lantang. ”Maaa.... pulang, Maaa... minta kacang...”.

Bahkan sebentar kemudian terdengar kata-kata tidak sopan keluar dari mulut anak tersebut sambil memukul-mukul ibunya sebagai suatu bentuk protes. Sang ibu yang masih muda itu, dengan logat betawinya berusaha membungkam anaknya sebab merasa malu dengan penumpang lain. Anak itu terus menjerit-jerit tanpa memedulikan bentakan ibunya. Suasana bis semakin sumpek dengan bertambahnya penumpang yang berdiri, dan
tangis anak kecil itu semakin melengking.

Pikirku, ah... mungkin anak ini lapar. Tapi tumben sekali tidak ada pedagang asongan yang naik menjajakan dagangannya, sehingga tidak bisa aku membelikan kacang atau roti yang dia inginkan. Aku mencari-cari dalam tasku andai ada makanan yang biasanya aku bawa seperti roti atau biskuit. Sial juga, saat itu ternyata di dalam tas tidak ada makanan sama sekali. Aku menyayangkan diriku, mengapa di saat aku ingin memberi namun tidak ada yang bisa aku berikan. Kasihan benar anak itu, terus menangis meminta makanan...

Akhirnya saat beberapa penumpang turun, dan suasana bis mulai sepi aku pindah tempat duduk agar si anak bisa duduk lega dan tidak kegerahan. Jalan semakin macet, pengamen turun naik silih berganti, dan akhirnya si anak terhibur juga saat si pengamen cilik menyanyikan lagu yang terkenal. Si anak tersenyum senang.

Kulihat tangan-tangannya kotor, wajahnya juga kotor. Ah... andai bisa aku mengambil foto wajahnya. Wajah yang lugu walau sempat menangis dan marah ke ibunya tapi tetap dia adalah anak kecil yang lugu, polos dan lucu. Meskipun tadi si anak itu mengeluarkan kata-kata kotor, itu hanya karena meniru dari orang tuanya, lingkungan sosial terdekatnya...

@jakarta, minggu pagi 14 Juni 2009.

Kamis, Mei 21, 2009

SapaanMu

Dua belas hari sudah kakiku terkilir dan belum juga sembuh
Terkilir saat aku berjalan kemudian secara tiba-tiba terjatuh
Mata kaki kiriku seketika itu juga bengkak dan sakit bila digerakkan
Apalagi untuk berjalan dan beraktivitas

Aku tersenyum dan teringat tulisanku sendiri .
”ku sadari pagi ini aku bersyukur,
mataku masih berkedip dan melihat

tanganku masih bergerak
kakiku masih bisa berjalan”

Itulah sekelumit tulisanku , yang kutuangkan di blogku awal April lalu

Semua ini sapaanNya...

Awal pertengahan April lalu mata kananku sempat iritasi karena udara kotor
Tidak parah, namun sudah membuat aku sebagai manusia sulit mengedipkan mata
Bahkan badan ikut demam.

Dan kini Allah menyapa aku lagi
DiberiNya aku jatuh dan terkilir
Sehingga kaki tidak bisa untuk beraktifitas sehari-hari
Rasa sakit dan meriang menjadi satu

Kupersembahkan semua ini untukNya
Dengan rasa senang dan ikhlas
Dan mohon dijauhkan dari rasa keluh kesah
Karena semua itu adalah nikmatMu

@Jakarta, Kamis, 21 Mei 2009

Minggu, Mei 17, 2009

Rumahku, titipanNya

Sekian lama kutahan niat dan hasrat
Mengekang segala keinginan lain
Demi mendambakan sebuah rumah


Rumah mungil di tengah suasana alam
Asri, sejuk, indah dan memesona
Bukti kekayaan Tuhan tak terbilang

Kurawat rumahku dengan penuh syukur
Karena sudah ditakdirkan
Menjadi titipanNya padaku...


@jakarta, 17 Mei 2009

Minggu, April 26, 2009

Kakek Penjual Peniti

Setiap pagi menuju kantor, aku harus melewati tangga penyeberangan. Kulewati para pedagang kaki lima yang berderet dikanan kirinya. Ada tukang kue, ada tukang mainan, penjual buku anak-anak, penjual kartu pulsa, penjual pernak pernik, penjual kaos, penjual tanaman hias, penjual mainan bahkan ada pula pengemis, duduk berjajar diterpa debu dari lalu lalangnya para pekerja yang bergegas ke kantor.

Di antara pada pedagang dan pengemis, ada yang paling menarik aku amati. Yaitu kakek penjual peniti. Seorang kakek yang kurus renta, tapi masih mau bekerja walau dagangannya yang dijual mungkin jarang dibeli orang yaitu peniti dan sejenisnya.

Kulihat dagangannya, yang hanya digelar dengan plastik biru kusamnya. Selain ada peniti, dia menjual juga tali sepatu, benang jahit, lem dan benda-benda kecil lainnya, yang mungkin sepintas orang akan jarang membelinya.

Aku hanya berpikir, apa masih ada yang membeli peniti? Andaikan ada yang beli, mungkin hanya satu dua orang, tapi apakah setiap hari orang membeli peniti? Dan apakah duitnya bisa untuk makan?

Allah maha adil, diberikannya rizki kepada setiap orang selama orang itu mau berusaha, walau akal manusia kadang berpikir tidak masuk akal hanya dengan penjual peniti bisa makan untuk sehari-hari.

Setiap pagi pula, aku lewati kakek tua itu. Dengan bergumam dalam hati bahwa aku sudah lama sekali tidak membeli dagangnnya. Walau hanya membeli peniti sekalipun. Walau hanya 1000 - 2000 rupiah sekalipun, pasti sangat berarti bagi kakek tsb. Dan selalu setiap pagi pula, aku hanya bisa melewati nya karena waktu yang mepet harus segera sampai di meja kantor tepat waktu. Walau dalam hati sangat berhutang atas niat itu. Pemandangan ini hampir setiap hari kulihat dan hampir setiap hari pula niatku selalu tidak terlaksana.

Hari Sabtu dan Minggu, suasana tangga penyebrangan menjadi sepi dan lenggang. Tidak ada pedangang sedikitpun, tidak ada orang lalu lalang. Namun beda dengan Sabtu kemaren, yang membuat aku sorak kegirangan di dalam hati. Karena saat naik tangga penyebrangan, kulihat diujung tangga, kakek tua tsb dengan dagangannya duduk terpaku, sendiri, tidak ada teman dan tidak ada orang lalu lalang. Sunyi senyap hanya suara kendaraan dijalan Sudirman yang terdengar.

Aku segera menghampirinya. Kesempatan bagiku untuk bisa ngobrol lama dan tidak terikat waktu kerja. Aku tegur bapak itu, wajahnya sudah keriput, kurus dan bungkuk, terbalut kulit keringnya dan kulihat bola matanya sudah agak buram karena hampir separuh terkena katarak.

Dia tersenyum. Aku berjongkok dan kukatakan aku mau beli peniti, aku berikan uang 2000, dan aku sudah mendapatkan banyak sekali peniti yaitu 4 lusin peniti. Kakek itu tersenyum senang. "Pak, kok sabtu-sabtu jualan sih pak? Kan tidak ada orang yang lewat pak?”
"Daripada dirumah neng, lebih baik jualan aja", jawabnya enteng.
"Kenapa tidak berjualan di tempat yang ramai seperti di pasar atau tempat-tempat lainnnya?", aku bertanya lagi. "Ngga neng, taunya cuma jualan disini."

"Lho memang rumah bapak dimana? "
"Disana neng", sambil menunjukan arah rumahnya dibalik gedung-gedung pencakar langit sudirman.
"Putranya berapa pak?"
"Delapan, neng..."
Aku kaget juga, pikirku banyak sekali anaknya. "Terus pak...." kata penuh selidik. "Iya, mereka dah pada nikah."
"Lho bapak ngga dibantu anak-anaknya?"
"Ngga neng, mereka juga susah".

Aku tidak tega untuk bertanya terus. Aku melihat senyum kakek itu tetap menghias wajahnya. Lalu kuberikan uang ala kadarnya. "terima ya pak uang ini", kataku. Kulihat lagi senyum dan wajah sumringahnya. Kudengar suara lirihnya serta kuperhatikan gerak bibirnya meluncur kata-kata mendoakan aku.

Ah kakek begitu tulus doanya, aku yang justru mengucapkan terima kasih banyak padanya. "Pak, aku pamit ya, terima kasih pak". Kakek itu menganggukkan kepala sambil terus tersenyum.

Saat kuberdiri dan meninggalkan kakek duduk sendirian kembali, aku sadar, sebenarnya aku sedang menolong diriku sendiri, bukan kakek itu.
Kakek itu dihadirkan untuk aku, agar bisa bercermin.

Di saat kita memberi, hati kita justru ringan dan senang. Kita tidak kehilangan apa pun, kita justru mendapatkan sesuatu. Tapi kenapa manusia selalu berat untuk berbuat itu?

Walau aku sadar masih banyak para kakek tua, nenek tua, kaum dhuafa diluar sana yang akan menolong aku. Menolong aku untuk berbuat.
Walau aku sadar pula, aku masih sangat jauh sekali untuk bisa dikatakan ‘sudah berbuat’ pada sesama terutama para kaum dhuafa...

@Minggu malam 22.25
Jakarta, 26 April 2009
Sumber foto: http://fotokita.net/browse/tag/pengemis

Senandung Kemiskinan

Beragam bentuk dan wajah kemiskinan tampil di sudut-sudut negeriku. Begitu kaki melangkah keluar rumah, di kanan kiri lorong yang aku lewati setiap hari sudah terlihat beberapa perempuan tua peminta-minta telah berjajar mengharapkan belas kasihan setiap orang yang berlalu lalang di lorong itu. Aku tidak pernah tahu sejak kapan mereka mulai berada di tempat itu. Bisa jadi bersamaan dengan saat terbitnya matahari pagi.

Mereka dengan pakaian lusuh dan compang camping duduk bersimpuh dengan ibanya sambil menengadahkan tangannya yang kucel dan kurus kering ke setiap orang dan mobil yang melintas di hadapannya. Sesekali aku lihat pengendara mobil maupun orang yang melintas di hadapannya melemparkan uang recehan ke arahnya tanpa menoleh sedikit pun.

Betapa angkuhnya sikap para pemberi tadi. Hanya karena kebetulan merasa berkehidupan lebih daripada para pengemis itu, orang-orang yang bernasib malang itu dipandangnya tak lebih dari sebuah tonggak mati yang tidak perlu dilirik apalagi dipandang dengan penuh perhatian. Suatu potret arogansi materialistik yang mengikis makna-makna kehidupan dan humanisme.

Dengan sigapnya para pengemis itu menangkap uang recehan yang dilemparkan padanya sambil merunduk-runduk sebagai tanda terima kasih pada si pemberi.

Bentuk dan wajah kemiskinan lain dipresentasikan oleh banyaknya pedagang kaki lima, yang berjajar bagaikan barisan serdadu siap tempur. Mereka setiap hari mulai dari pagi hingga larut malam mengadu nasib dengan berjualan segala macam makanan dan minuman. Barisan ini semakin ramai oleh hadirnya para penjaja asongan berbagai macam barang dagangan di terminal-terminal bus. Wajah kemiskinan semakin dipertegas oleh banyaknya penjaja koran, penjual kaset lagu-lagu dan video bajakan serta para ojeg motor yang mengharapkan limpahan rizki dari para penumpang bus yang membutuhkan gerak lebih cepat menuju tujuannya.

Khusus di waktu pagi dan sore saat diberlakukannya aturan ”three in one” berderet para joki yang menawarkan jasanya untuk ”menyelamatkan” para pengendara mobil agar dapat melaju dengan mulus di jalur ”three in one” itu. Jika dihitung jumlah mereka di kawasan Jl. Panglima Polim hingga Blok M Plaza yang berjarak kurang dari 1 kilometer sudah sekitar 50 orang, terdiri dari anak-anak, remaja, orang-orang tua laki dan perempuan, bahkan tidak jarang sambil menggendong anak yang masih bayi. Belum lagi yang bertebaran di jalur-jalur lain yang menuju ke area ”three in one”.

Para joki ini seakan dikomando berdiri dengan rentang jarak antara yang satu dengan lainnya sekitar satu meter. Kelihatan dari jauh seperti para supporter yang sedang menunggu idolanya lewat di jalan itu. Padahal mereka hanyalah pengais rizki dadakan, kemudian menghilang entah ke mana setelah aturan pemberlakuan jalur ”three in one” usai. Tidak pernah diketahui juga apa aktivitas mereka setelah itu. Yang pasti mereka merupakan pasukan kaum miskin yang hampir tidak pernah disentuh oleh kebijakan pemerintah yang lebih bercorak elitis.

Potret kemiskinan masih bisa diperbesar oleh kehadiran para pengamen dan pemulung yang berkeliaran hampir di setiap sudut kota Jakarta. Jangan dilupakan, para pencopet pun bertebaran di tempat-tempat yang mereka anggap strategis untuk beroperasi seperti di bus-bus penumpang umum, pasar-pasar tradisional bahkan di pusat-pusat perbelanjaan modern.

Jakarta yang mengaku dirinya sebagai kota metropolitan masih disesaki oleh penduduk yang hidupnya di bawah standard kehidupan yang layak dan manusiawi. Tengoklah perkampungan-perkampungan kumuh berjejalan di balik gemerlapnya area ”segitiga emas”. Belum lagi kawasan sepanjang bantaran kali. Semua penduduknya sangat tidak layak disebut sebagai warga ibukota suatu negara.

Tingkat kehidupan mereka sangat homogen dalam lilitan kemiskinan. Gubuk-gubuk reyot, lingkungan yang kumuh, gizi buruk dan sanitasi yang sangat menyedihkan sudah teramat akrab bagi kehidupan keseharian mereka. Akses pada bidang pendidikan hampir tertutup karena alasan ketiadaan biaya.

Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang digulirkan pemerintah SBY-JK tak mampu mengangkat mereka dari lembah keterpurukan. Meskipun diakui program ini bagi mereka merupakan anugerah. Namun ketika dibagikan harus ditebus dengan susah payah bahkan nyawa menjadi taruhannya.

Duh Gusti, betapa ironis kondisi bangsa ini. Betapa banyak wajah dan potret kemiskinan di negeri ini. Katanya negeriku kaya raya dengan sumber alamnya tapi mengapa tak mampu mengangkat tingkat kesejahteraan mayoritas rakyatnya?

Sementara wajah-wajah kemiskinan bertaburan di sentero nusantara, namun di sudut-sudut tertentu ibukota Jakarta terlihat dengan jelas sebagian kecil rakyat negeri ini merupakan orang-orang yang berlomba melampiaskan nafsu keserakahan materialistiknya. Mereka juga berlomba mengoleksi mobil mewah terbaru, rumah bertingkat bagaikan istana yang tidak cukup dibangun hanya di satu lokasi tapi berada di banyak tempat yang berbeda.

Gaya hidup glamour yang seakan tak mau ketinggalan oleh pesatnya perkembangan mode klas dunia menjadi pemandangan yang sudah lumrah. Tak kalah pentingnya hidup mereka pun seakan hanya untuk satu tujuan mencari dan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Segala macam cara ditempuhnya meskipun harus memangsa sahabat dan tetangga dekat.

Kisah menyedihkan yang menerpa bangsa dan negeri ini tak kunjung usai. Ulah para elit politik justru semakin menambah runyamnya kondisi ini. Setelah pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) Legislatif 2009 yang baru saja selesai awal April lalu, cerita-cerita mengenaskan bermuculan. Baru kali ini tercatat dalam sejarah perpolitikan bangsa para kontestannya (calon-calon anggota badan legislatif) yang gagal mendapatkan suara rakyat yang dipersyaratkan mengalami stres berat, hilang ingatan dan bahkan bunuh diri.

Ini semua mengindikasikan bahwa keikutsertaannya dalam pemilu itu tak lebih sebagai suatu perjudian. Mereka mencalonkan dirinya bukan dengan niat untuk mengabdi pada rakyat, bangsa dan negara ini. Akhirnya mereka itu menjadi korban perjudian yang dikemas dalam nuansa demokrasi.

Ulah para elit politik lebih parah lagi. Sebelum hasil penetapan suara diumumkan secara resmi, mereka sudah ribut memperebutkan kekuasaan. Hampir setiap detik media massa tak pernah absen melaporkan aktivitas mereka yang saling lobbi.

Elit-elit partai hampir semuanya menginginkan menjadi presiden atau paling tidak wakil presiden periode mendatang (2009-20014). Hiruk pikuknya bagaikan suasana di pasar sapi. Rakyat diberi tontonan yang amat absurd dan tidak mencerdaskan. Bila demikian, kapan mereka memikirkan nasib rakyat yang tak pernah lepas dari keterpurukan ini?

Rakyat ini sudah terlalu lelah
Rakyat ini sudah terlalu sering mengalah
Rakyat ini sudah terlalu lama merintih
Rakyat ini sudah terlalu bosan menderita
Rakyat ini sudah terlalu jenuh dengan kemunafikan

Sudah saatnya negeri dan bangsa ini membutuhkan figur-figur pemimpin yang benar-benar amanah, mumpuni, cerdas, bermoral tinggi, jujur, kapabel dan bertanggungajawab demi kejayaan nusa dan bangsa Indonesia ke depan.

Semoga Allah selalu memberikan rahmad dan hidayahNya kepada seluruh komponen bangsa dan negeri ini, tanpa terkecuali. Amin.

@Jakarta, sore hari, 24 April 2009.

Jumat, April 24, 2009

Anak Titipan Tuhan

Sabtu di pagi hari itu
Seperti biasa aku sudah ada di tepian kolam renang
Berolah raga di pagi hari sungguh menyegarkan
Setelah sepekan tenggelam dalam kesibukan kerja

Tiba-tiba perhatianku tertuju pada gadis kecil
Dia kelihatan murung tidak mau berenang
Padahal hari-hari sebelumnya kulihat selalu ceria
Ibunya mulai marah karena si gadis tidak mau berenang
Tanpa mau tahu apa penyebabnya
Kulihat dia disakiti serta dimaki-maki
Kemudian diseret ke guyuran air dingin

Makian ibu, tangisan anak dan gemuruhnya guyuran air
Menambah suasana makin riuh dan runyam
Hatiku miris menyaksikan adengan yang tak layak itu
”Percuma mami bayar mahal untuk private renang, tapi kamu malas!”
Begitulah kata-kata yang aku dengar dengan jelas dari mulut si ibu


Guyuran air pada si anak terus berlangsung
Bahkan aku dengar pula anak itu dipukulinya
Kuperhatikan anak itu dengan penuh iba
Sorot matanya mengindikasikan kebencian pada si ibu
Sebagai bentuk protes atas perlakuan itu

Marah seorang ibu ke anak sepertinya hal yang lumrah
Begitu pun, menasihati anak adalah wajar
Namun, semuanya harus proporsional
Agar tindakan itu tidak kontra produktif

Kenakalan seorang anak kecil seharusnya diarahkan
Komunikasi dua arah harus dibangun dengan baik
Dialog dari hati ke hati sangat bermanfaat
Pembangunan mental si anak akan lebih konstruktif
Pemikiran si anak jadi lebih matang dan kreativitas terbangun
Si anak menjadi mengerti apa yang perlu dan tidak perlu dilakukan

Berbeda bila si anak selalu dididik dengan cara-cara kekerasan
Pribadinya akan kerdil, tak percaya diri, dan tak ada inisiatif
Lebih celaka lagi si anak hanya tahu satu cara dalam menghadapi hidup
Yaitu kekerasan, kekerasan, dan hanya kekerasan....

Padahal anak adalah titipan Allah swt.
Anak adalah jiwa tersendiri , yang beda satu dengan lainnya
Orangtua diwajibkan memelihara, mendidik dan membimbingnya dengan baik
Agar jiwanya tumbuh dan berkembang sesuai kehendakNya
Bukan mencetak atau memformatnya sekehendak hati kita
Otoritas orangtua jangan disalahgunakan

Anak adalah cermin diri setiap orang tua
Baik buruknya sangat tergantung bagaimana mereka dibimbing dan dididik
Ajarilah mereka dengan budi pekerti yang baik, santun dan ramah
Agar perilakunya senantiasa santun pula dan hatinya tidak membatu
Mereka adalah para penerus umat manusia sekaligus penerus dunia

Sadarilah wahai para Ibu
Karena tidak semua wanita mengalami menjadi ibu
Menjadi ibu merupakan karunia yang tidak ternilai
Tidak ternilai nikmatnya
Tidak ternilai berkah dan amal salehnya
Tidak ternilai rasa syukurnya
Kalian dipilihNya di antara jutaan perempuan di jagad raya ini
DititipkanNya sang jiwa di rahim kalian
DibesarkanNya dalam rahim itu hingga 9 bulan 10 hari
Kemudian dilahirkanNya ke alam yang fana ini

Sadarilah wahai para Ibu
Anakmu itu hanya titipanNya
Sekaligus amanah yang harus dijalankan dengan baik
Karena semuanya di akhirat kelak
Harus dipertanggung jawabkan kepadaNya

@Sudirman Lantai 18.
3 days after Kartini's day on Lunch time,
24 April 2009.

Sumber foto:
http://bima.ipb.ac.id/~anita/babies.htm

Rabu, April 22, 2009

Dapet Teko

Si burung mungil itu menukik entah kemana
Siulannya masih terngiang di pagi hari
Seiring meningginya koordinat mentari
Si burung mungil meninggi pula aktivitasnya
Sekarang entah kemana dia menukik...

Kehidupan memang jungkir balik
Menjelang malam si burung mungil justru menanjak
Panjat sana panjat sini tak kenal lelah
Peluh bercucuran menebarkan aroma sedap

Langit-langit bolong harus ditutup
Segala cara dicobanya
Koran pun jadi mangsa
Yang penting bolong tertutup sudah

Kini si burung mungil justru menukik
Entah kemana?
Eh, ternyata "dapet teko"...

@Jakarta, 22 April 2009.

Sabtu, April 18, 2009

Moda Transportasi Publik Jakarta dan Singapura...

Saya menjadi miris saat kembali ke Jakarta setelah dari negeri tetangga. Bukan maksud untuk tidak bersyukur, tapi melihat negara tetangga yang jelas-jelas sumber daya alamnya tidak ’sekaya’ Indonesia namun lebih makmur, rapih, dan bersih.

Saat kita tiba di bandara Cengkareng, sudah disambut sopir taxi dan calo diluar bandara Cengkareng. Mereka menawarkan taxinya sambil tangannya ingin menarik tas dan bawaan kita, dengan agak memaksa agar kita memakai taxinya. Tentu saja penumpang akan takut bahkan bagi yang belum pernah menginjakkan kakinya di Jakarta akan terpedaya.

Di Jakarta biasanya kita akan memutuskan memakai taxi yang sudah ternama. Itulah Jakarta, kita harus selalu hati-hati dan waspada bahkan dalam memesan taxi sekalipun. Suasana ini sangat berbeda dengan di Singapura dan Kuala Lumpur.

Saat menaiki bus kota, metromini, kopaja, mikrolet bahkan bis AC sekalipun yang tarifnya lebih mahal, kita dapati pintu, tempat duduk atau pegangan tangan sudah berkarat, yang bisa melukai tangan saat para penumpang memasukinya. Kalau hujan turun, tidak jarang atap bis bocor, yang membuat bangku dan penumpang bisa kebasahan.

Jok kursi yang sudah jebol bahkan ruang duduk yang sempit. Bahkan kadang ada bangku tambahan berupa papan yang diselipkan di sela-sela bangku. Intinya tidak boleh ada runagan yang kosong, bila ada lebih baik dijadikan tempat penumpang, yang berarti uang pemasukan bagi sopir.

Belum lagi penumpang yang berdesak-desakan, bahkan bis yang sudah penuhpun akan terus diisi penumpang di jalan, sehingga penumpang layaknya barang bukan manusia, dipepet berdiri semakin terdesak. Pedagang asongan, pengamen, peminta minta, kenek yang mondar mandir ikut menambah suasana di dalam bis semakin berdesakan.
Belum lagi penumpang pria atau sopirnya yang merokok di dalam bis, dengan suasana padat, pengap dan panas tsb.

Tidak jarang ada kejahilan-kejahilan pelecehan wanita, ada juga copet dan preman. Bahkan sopirnya ugal-ugalan di jalan, saling kebut antar sesama bis, mengejar setoran.

Dan tidak hanya bis bahkan kereta, saling oper penumpang merupakan pemandangan normal sehari-hari di Jakarta. Sepertinya penumpang tidak punya hak sama sekali atas kenyamaan di transportasi public, padahal mereka bayar bukan gratis.

Bandingkan dengan di Singapura atau KL, penumpang dihargai hak-haknya. Fasilitas transportasi public tidak hanya bersih, tapi rapi, bagus, sangat layak, tidak mengebut, ongkosnya pun murah, penumpang tidak dioper, bahkan saat kita naik dan turun, tidak disuruh cepet-cepet seperti teriakan kenek di jakarta ”cepet-cepet!! Turun!..turun!!! Di Singapura dan KL, sopir akan menunggu sampai semua penumpang turun dan naik dengan selamat.

Fungsi halte di Jakarta kadang tidak bermanfaat sama sekali. Bis-bis Jakarta sembarang menurunkan penumpangnya, begitu pula penumpang memberhentikan bisnya tidak selalu di Halte.

Pengendara mobil dan motor tidak kalah untuk berugal-ugalan di jalan.
Aparat lalu lintas hendaklah mendisiplinkan bukan karena uang.

Di Singapura, setiap orang harus menunggu bis di halte, yang telah dipasang system komputerisasi sehingga nomor bis yang akan lewat akan muncul di layar monitor berikut waktunya. Hal ini sangat diperlukan bagi penumpang yang menunggu. Karena jadi bisa memperkirakan waktu lama menunggu.

Kita tidak perlu muluk-muluk mebangun sistem transportasi sampai milyaran bahkan trilyunan rupiah, karena katanya negeri ini tidak punya uang. Tapi itu bukan kendala untuk bisa maju. Saatnya negeri in belajar dari hal yang kecil terlebih dahulu.

Belajar disiplin
Belajar tertib
Belajar bersih
Belajar membuang sampah pada tempatnya
Belajar saling menghargai
Belajar untuk peduli
Belajar jujur
Belajar untuk tidak mencurangi
Belajar selalu tersenyum
Belajar untuk kuat
Belajar untuk mandiri
Belajar untuk ikhlas
Belajar untuk tidak meminta
Belajar untuk tetap semangat
Belajar hidup sederhana
Belajar dan terus belajar dan belajar ...

Nilai-nilai Islam banyak diterapkan di negeri orang yang bahkan penduduknya bukan Islami sekalipun.
Saat nya kita, di negeri ini yang mayoritas muslim, untuk masing-masing menegakkan nilai-nilai universal yang semua itu tertuang didalam islam dan bahkan diajarkan Rosulullah.

Islam janganlah dibangun dari sisi syariatnya saja. Namun harus berbarengan dengan aspek jiwa, aspek hakekat. Sehingga negeri ini akan dipenuhi orang-orang yang berbudi luhur baik lahir maupun bathin.

Lalu mengapa kita tidak menerapkan dalam kehidupan kita sehari-hari? Bahkan dalam hal bertransportasi sekalipun?

@Jakarta , Mnggu 18 April 2009.

Jumat, April 17, 2009

Nikmat Mu Tiada Tara (2)

Baru dua minggu yang lalu aku menulis tentang nikmatnya mataku karena masih bisa berkejap normal, masih berfungsi dengan baik. Aku sangat bersyukur padaNya...

Dan saat ini aku diberi nikmat lagi, nikmat yang tiada tara lagi, nikmat yang diluar dugaanku sebagai manusia, nikmat yang membuatku semakin kagum padaNya.

Allah memberi ujian di mata kananku sehingga mataku sakit saat dikerjapkan. Mataku tidak terlihat bengkak ataupun merah, tapi membuatku pusing dan terasa berat dikepala, bahkan seluruh tubuh terasa seperti mau demam. Bahkan dokter bilang hanya iritasi ringankarena udara kotor, dikasihnya obat saleb mata.

Aku masih menjalankan aktivitas sehari-hari dan tidak ada rekan yang mengetahui mataku sakit karena terlihat normal. Namun setelah 5 hari berlalu mataku belum sembuh. Pusing dan penat di kepala tidak kunjung hilang.

Tubuh manusia...
Dia ciptakan begitu sempurna , dengan alur sytem yang rumit dan saling berkoordinasi satu organ dengan organ lainnya. satu syaraf dengan syaraf lainnya. Namun saat Allah hanya 'menyenggolnya', bahkan walau hanya 'sedikit' senggolanNya, seluruh badan akan terasa tidak enak, seluruh syaraf ikut terganggu. Signal pun diberikan Allah untuk badan kita bila sudah ada system yang terganggu. Demam pun terjadi.

Duh, manusia... Sungguh keterlaluan bila engkau sombong dan takabur. Mampukah kau kuasai ilmu system organ dan syaraf manusia? System yang begitu rumit itu dan terkoordinasi dengan baik serta tidak bisa mungkin dicari gantinya itu?

Belum lagi kau kuasai ilmu luar angkasa, jutaan planet di jagad raya, mampukah?

Belum lagi kau selami lautan yang sangat dalam dan belum bisa ditembus itu?

Tapi kadang kita takabur
Kadang kita merasa paling 'jago' di dunia ini
Paling berkuasa
Paling pintar
Paling kaya
Paling cantik
Paling ganteng
Dan paling semuanya...

Maafkan kami,
Maafkan manusia ya Allah!

@Jakarta, tengah malam.
Sumber foto: http://sukemy.tripod.com/

Senin, April 06, 2009

NikmatMu Tiada Tara (1)

’ku duduk di bangku bis kota
dengan jendela terbuka sehingga angin menerpa wajahku
angin pagi membuat aku mengerjapkan mataku

‘ku sadari pagi ini aku bersyukur
mataku masih berkedip dan melihat
tanganku masih bergerak
kakiku masih bisa berjalan’ku hela nafas

’ku bersyukur masih bernafas dengan baik
semua organ dalam tubuhku masih berfungsi dengan baik
semua system di tubuhku masih bekerja sebagaimana mestinya

Tuhan, nikmat mana yang masih kami ingkari?
nikmatMU sungguh tiada tara

@Jakarta, 6 April 2009
Sumber foto: http://sukemy.tripod.com/

Riuhnya Suasana Malam di Kuta dan Legian

Di tengah malam...
Aku lewati jalan-jalan di Legian dan Kuta, Bali
Sepanjang jalan kulalui cafe-cafe mewah dengan lampu temaramnya

Terdengar musik mengalun dan gelak tawa riuh rendah
Dari para pengunjung asing dengan busana yang minim dan sexy
Wajah-wajah pribumi terlihat sebagai pelayan atau teman bagi para tamunya

Ku telusuri jalan langkah demi langkah
Bagi mereka setiap hari adalah pesta
Bagi mereka setiap hari adalah keriaan
Bagi mereka setiap hari adalah kesenangan

Berbagai cara manusia menikmati dunia

Apa arti kehidupan itu?

Antara kebahagiaan dan kesedihan
Antara pesta dan bencana
Antara gelak tawa dan tangis
Antara suka ria dan duka
Antara kekayaan dan kemiskinan
Antara sehat dan sakit

Hidup terus berjalan sampai di batasnya
Namun jiwa akan terus melampui batas dunia
Berjalan dan terus berjalan
Naluri untuk mencari penciptaNya

@Bali, Oktober 2008

Sabtu, April 04, 2009

Catatan Perjalanan: Semalam di Kuala Lumpur

Setelah 2 hari berkeliling Singapura, perjalanan dilanjutkan ke KualaLumpur (KL) dengan kereta api (KA). Sesampai di stasiun jam 10.00 malam. Suasana stasiun KA sangat berubah drastis dengan suasana kota Singapura yang serba modern dan bersih. Suasananya seperti statiun KA di Indonesia, kusam, kurang bersih dan ramai. Menurut ceritanya, stasiun KA di Singapura ini adalah milik Malaysia bukan Singapura. Dan petugas loket sampai securitynya adalah orang Malaysia, jadi wajar saja kalau dibandingkan tempat-tempat di Singapura, stasiun KA ini terlihat jauh tertinggal.

Setelah melalui penjagaan tiket, kami menuju gerbong KA. Kami membeli kelas ekonomi, tiketnya sekitar 73 MYR kalau dikurskan ke Rupiah sekitar 250 ribuan. Kereta apinya tidak mewah, terlihat biasa. Kalau di Indonesia seperti kereata api Parahiyangan. Kami membeli tiket ekonomi, bedanya hanyadi tempat duduk. Kalau di kelas VIP ada tempat tidurnya. Suasana di kereta juga kurang nyaman, karena kereta berjalan sangat lamban dan di setiap stasiun berikutnya selalu berhenti dan beberapa penumpang naik dan turun sehingga pintu gerbong mudah sekali terbuka dan tertutup. Bila terbuka, udara dingin masuk menusuk tulang begitu pula suara mesin kereta sangat mengganggu kita untuk tidur.

Yang menarik sejak di statiun KA, sejak kita menunggu sampai kereta api berjalan, tidak ada sama sekali 'pengumuman' dari speaker mengenai keberangkatan atau pemberhentian di statiun berikutnya, maupun pemeriksaan surat-surat. Sehingga semua dilakukan dalam kebisuan dan keheningan. Sekitar jam 2 malam, kereta api berhenti di statiun dan tidak ada pengumumam kita harus turun. Kami hanya mengikuti penumpang lain turun, dan ternyata kami harus masuk ke ruangan untuk pemeriksaan surat-surat dan dokumen keimigrasian.

Semua penumpang turun dari gerbong, bagi orang indonesia hal ini sangat mengkhawatirkan karena kita meninggalkan gerbong dimana semua barang-barang masih didalam kereta. Kalau di Indonesia pasti seluruh tas dan barang-barang kita sudah hilang disambar maling. Saya melihat seluruh petugas dan anjing pelacak masuk ke gerbong kereta dan memeriksa seluruh barang kita setelah semua penumpang keluar dari gerbong dan masuk ruangan. Sepertinya pemeriksaan ini untuk mencegah penumpang yang membawa drug atau narkoba dan sejenisnya. Mengingat Malaysia sangat ketat dan keras untuk masalah narkoba.

Aku salut melihat Malaysia sudah bagus menerapkan hal tsb.Dan aku merasa seperti di film-film perang , dimana naik kereta di tengah malam dalam kebisuan dan tiba-tiba diminta turun dan diperiksa seluruh dokumen dan tas kita. Tanpa ada pengumuman atau petugas yang bicara . Bahkan disaat kita harus masuk kembali ke kereta, tidak ada pengumuman lagi, kami hanya mengikuti penumpang lain yang berjalan di depan.

Setelah duduk kembali, kereta berjalan lagi. Namun perjalanan terasa sangat panjang yang kami rasakan, karena kereta berjalan lambat. dan kami tidak bisa tidur walau sebenarnya sangat lelah setelah 2 harian berkeliling kota Singapura. Sekitar jam 4 subuh , kereta sudah mulai mendekati kota KL. Dan jam 5 kami sudah sampai di stasiun KA KL . suasana masih sangat malam dan gelap di statiun. Karena selisih waktu 1 jam dengan Jakarta yang membuat KL masih gelap dibanding kan Jakarta.

Suasana statiun KA tidak beda dengan Jakarta, karena kami sudah disambut dengan sopir taxi . karena khawatir dengan adanya calo spt di jkt , kami memutuskan pesan taxi melalui jalur resmi yaitu tempat pemesanan taxi diinstansi kereta tsb.walau akhirnya taxi yang kita tumpangi sama dengan yang nawarin pertama kali saat kami tiba di stasiun. Taxi KL tidak sebagus diJkt bahkan kadang kita harus bilang untuk dinyalakan AC nya, dan sopirnya juga kurang ramah. Mereka sangat ngebut membawa kita menuju hotel.

Kadang saya berpikir kurang ramahnya orang Singapura dan Malaysia , apa karena citra Indonesia tidak baik di luar Negeri? Entahlah. Aku sendiritidak tahu. Tapi aku merasa orang Indonesia mungkin terbiasa kurang disiplin dan 'rame'.
Kami menuju hotel Nova, hotelnya cukup baik dan bersihSetelah mandi sebentar, dan menaruh tas lalu kami putuskan jalan-jalan melihat ibukota Malaysia.

Suasaana KL sama dengan Jakarta, rytme aktivitas juga seperti di Jakarta yaitu lebih lambat dibandingkan Singapura dimana sepertinya semua orang berjalan dengan cepat dan sibuk.Jakarta lebih mewah di gedung-gedung bertingkatnnya dan mall nya. Bila dibandingkan dengan KL namun dari itu semua, KL lebih bersih dan rapih. Transportasinya juga sangat baik. Tidak ada mikrolet atau ojek . bahkanbus-bus berangkat sesuai schedule . Busnya juga bagus-bagus dan besar-besar. Jalan trotoar pun bersih, dan tidak ada yang berlobang. Kendaraan bermotor tidak banyak seperti di Jakarta. Udara nya juga bersih seperti diSingapura. Kuala Lumpur Ibukota Malaysia , dengan tingkat populasi sekitar 1.200.000 orang , coba bandingkan dengan Jakarta yang tingkat penduduknya lebih dari10.000.000 orang?

Setelah dari Twin Tower, kami teruskan perjalanan ke goa nya umat Hindu. Tempatnya sangat indah seperti di China, karena ada bangunan tradisional China, angsa-angsa di kolam ikan, dan ada burung merpati terbang bebas dipelataran parkir dan di sisi nya ada patung sangat tinggi sekali, patung umat Hindu berwarna kuning emas. Aku tersenyum , di hari Maulid aku berkunjung ke tempat peribadatan umatHindu, namun sayang aku tidak sempat merenung tentang orang suci umatHindu tsb dikarenakan lelah menaiki anak tangganya yang berjumlah 272 dan sesampai di atas sudah kelelahan apalagi semalaman di kereta tidak tidur sedikitpun. Goa tesebut sangat tinggi dari daratan , di dalam goa ada tempat peribadatan umat Hindu dan beberapa lukisan dan patung orang suci umat Hindu tsb.

Setelah sore, kami balik menuju hotel, dan setelah magrib rencananya ke mall bagi rekan-rekan yang mau shopping. Aku memilih beristirahat di hotel daripada shopping karena lelah dan di singapura sudah sering kehujanandan kepanasan dan bahkan tidak tidur. Untuk makanan, kebetulan hotel tempatku menginap dikelilingi resto Chinese, sehingga kami yang muslim memilih makan masakan khas Malay. Namun untuk toilet umum di KL selalu menggunakan shower, sehingga tidak menjadi masalah bagi muslim seperti di Singapura.

Hari ke dua di KL, aku merasa lebih segar setelah cukup istirahat dan rencananya kami akan jalan-jalan ke Genting yang seperti daerah puncak, banyak pohon cemara di kiri kanannya. Menurutku , untuk kekayaan alam, Indonesia lebih bagus dibandingkan KL or Sing, namun tidak dikemas dengan baiik, dari sarananya maupun prasarananya. Genting sangat dikemas dan di package dengan manis sekali dan prasarananya juga modern seperti kereta gantung yang terpanjang di asia.

Setelah sore, kami harus balik karena tiket bus balik ke KL sudah dipesan. Suasanan jalan di KL tidak semacet Jakarta, dan selain bus untuk transportasi public juga ada monorail.

Kita check out sekitar jam 3 sorean menuju bandara KL, yang ternyata jauh sekali dari kota KL. Perjalanan hampir 1.5 jam padahal lalulintas tidak macet. Kami banyak melewati pohon kelapa sawit di kiri kanan jalan tol. Aku memikirkan tentang TKW Iindonesia yang jadi pekerja di kebun-kebun tsb. Sungguh jauh dari keramain, jauh dari ibukota KL.

Kami sampai di bandara. Bandaranya sangat luas, tidak sebagus bandara Cengkareng, namun tetep rapih. Kami take off sekitar jam 6 sore dan tiba di Jakarta jam 9 malam.

Itulah perjalananku di KL selama 2 hari, 1 malam. Lelah namun menyenangkan

@Jakarta, 4 April 2009