Kamis, Desember 18, 2008

Sebuah Benih Harus Ditanam Pada Saat Yang Tepat

Oleh: M. R. Bawa Muhaiyaddeen


Seorang anak bertanya kepada seorang Sheikh Sufi, "Bisakah engkau
mengatakan pada tingkat apa keadaanku saat ini?

Sang Sheikh menjawab, "Sebuah benih harus ditanam pada saat yang
tepat. Ketika ia mulai tumbuh, akarnya merambat ke dalam tanah,
mencengkramnya ke seluruh arah. Segera setelah tanaman tumbuh menjadi
sebuah pohon, dan pohon tersebut tumbuh semakin besar, dan berbuah.
Ketika buahnya muncul, mereka tidak memiliki hubungan dengan tanah;
walaupun pohonnya terhubung dengan tanah, buahnya memiliki hubungan
dengan manusia dan setiap mahluk hidup lainnya.

"Anakku, hidupmu juga seperti itu. Walaupun kau telah tumbuh begitu
tinggi, seperti sebuah pohon, hubungan dan keterikatan akal pikiran,
prasangka, dan hawa nafs-mu terhubungan kepada bumi dan dunia. Inilah
keadaanmu saat ini.

"Bagaimanapun anakku, kau memiliki sebuah hubungan di dalam qolb-mu,
di dalam hatimu, yang mencari Tuhan. Akan ku jelaskan kepadamu maksud
dari membangun hubungan itu. Ikuti arah ini baik-baik.

"Sebanyak apapun hubungan yang kau miliki kepada dunia, jika kau ingin
mencari Tuhan, jika kau ingin berjalan menuju Tuhan, kau, doamu dan
ibadahmu harus berada dalam kedaan yang sama seperti pohon: walaupun
pohon terhubung kepada tanah, ia memberikan buahnya pada siapapun.

Walaupun kau terhunus kepada dunia, seperti sebuah pohon, niatmu harus
seperti buah pada pohon: doa, ketaatan, ibadah, sifat-sifat, dan
tindakan-tindakanmu harus terhubung kepada Tuhan, dan engkau harus
melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi seluruh mahkluk hidup tanpa
mementingkan dirimu sendiri. Dan kau akan berjalan dengan baik pada
jalan menuju Tuhan.

Terjemahan dari: http://www.bmf.org/wisdom/golden-words-637.html

Kisah Sebuah Jam

Alkisah, seorang pembuat jam tangan berkata kepada jam yang sedang dibuatnya.
"Hai jam, apakah kamu sanggup untuk berdetak paling tidak 31.104.000 kali selama setahun?".
"Ha?" kata jam terperanjat, "Mana sanggup saya?".
"Bagaimana kalau 86.400 kali dalam sehari?"
"Delapan puluh enam ribu empat ratus kali? Dengan jarum yang ramping-ramping seperti ini?" jawab jam penuh keraguan.


"Bagaimana kalau 3.600 kali dalam satu jam?"
"Dalam satu jam harus berdetak 3.600 kali? Banyak sekali itu" tetap
saja jam ragu-ragu dengan kemampuan dirinya.

Tukang jam itu dengan penuh kesabaran kemudian bicara kepada si jam.
"Kalau begitu, sanggupkah kamu berdetak satu kali setiap detik?".
"Naaaah, kalau begitu, aku sanggup!" kata jam dengan penuh antusias.

Maka, setelah selesai dibuat, jam itu berdetak satu kali setiap detik.

Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar
biasa karena ternyata selama satu tahun penuh dia telah berdetak tanpa
henti. Dan itu berarti ia telah berdetak sebanyak 31.104.000 kali.

Renungan

Ada kalanya kita ragu-ragu dengan segala tugas pekerjaan yang begitu
terasa berat. Namun sebenarnya kalau kita sudah menjalankannya, kita
ternyata mampu. Bahkan yang semula kita anggap impossible untuk dilakukan
sekalipun. Jangan berkata "tidak" sebelum Anda pernah mencobanya.

Kata Bijak Hari Ini.

Ada yang mengukur hidup mereka dari hari dan tahun. Yang lain dengan
denyut jantung, gairah, dan air mata. Tetapi ukuran sejati di bawah mentari
adalah apa yang telah engkau lakukan dalam hidup ini untuk orang lain.
(Confucius)

(re-written by Hanzstax. 29/10/08. 22:28 WIB. JKT-Benhill)

Rabu, Desember 17, 2008

Nur Dari Timur

Oleh Gede Prama.
Posted by Herry Mardiant

"Nyaris semua manusia begitu berhadapan dengan persoalan, penderitaan langsung bereaksi mau menyingkirkannya. Bosan lalu cari makan. Jenuh kemudian cari hiburan. Sakit lalu buru-buru mau melenyapkannya dengan obat. Inilah bentuk nyata dari hidup yang melawan sehingga berlaku rumus sejumlah psikolog what you resist persist. Apa saja yang dilawan akan bertahan. Ini yang menerangkan mengapa sejumlah kehidupan tidak pernah keluar dari terowongan kegelapan karena terus melawan"

Ia yang pernah hidup di Barat tahu kalau berbicara itu amat penting. Dibandingkan kehidupan di Timur, lebih banyak hal di Barat yang diekspresikan dengan kata-kata.Fight, argue, dan complain, itulah ciri-ciri manusia yang disebut ”hidup” di Barat. Tanpa perlawanan, tanpa adu argumentasi, orang dianggap ”tidak hidup” di Barat. Intinya, melawan itu kuat, diam itu lemah, melawan itu cerdas, dan pasrah itu tolol.

Dengan latar belakang berbeda, pola hidup ala Barat ini menyebar cepat melalui televisi, internet, radio, media, dan lainnya. Dengan bungkus seksi demokrasi, hak asasi manusia, semua dibawa ke Timur sehingga dalam banyak keadaan (angka bunuh diri naik di Jepang, Thailand mengalami guncangan politik, Pakistan ditandai pembunuhan politik), banyak manusia di Timur mengalami kebingungan roh Timur dengan baju Barat.Perhatikan kehidupan desa sebagai barometer.

Tanpa banyak berdebat siapa yang akan menjadi presiden, ke mana arah masa depan, partai apa yang akan menang. Di desa yang banyak burungnya, tetapi manusianya banyak menonton televisi (sebagai catatan, realita di desa amat sederhana, tontonan di televisi amat menggoda), tema hidup setiap pagi adalah ”burung menyanyi, manusia mencaci”.Berhenti melawanBayangkan seseorang yang tidak bisa berenang lalu tercemplung ke sungai yang dalam.

Pertama-tama ia melawan. Setelah itu tubuhnya tenggelam. Karena tidak bisa bernapas, meninggallah ia. Anehnya, setelah meninggal tubuhnya mengapung di permukaan air. Dan alasan utama mengapa tubuh manusia meninggal kemudian mengapung karena ia berhenti melawan.Ini memberi inspirasi, mengapa banyak manusia tenggelam (baca: stres, depresi, banyak penyakit, konflik, perang) karena terus melawan. Yang menjadi guru mau jadi kepala sekolah. Orang biasa mau jadi presiden. Pegawai mau cepat kaya seperti pengusaha. Intinya, menolak kehidupan hari ini agar diganti kehidupan yang lebih ideal kemudian. Tidak ada yang melarang seseorang jadi presiden atau pengusaha, hanya alam mengajarkan, semua ada sifat alaminya Seperti burung sifat alaminya terbang, serigala berlari, dan ikan berenang.

Suatu hari konon binatang iri dengan manusia karena memiliki sekolah. Tak mau kalah, lalu didirikan sekolah berenang dengan gurunya ikan, sekolah terbang gurunya burung, sekolah berlari gurunya serigala. Setelah mencoba bertahun-tahun semua binatang kelelahan. Di puncak kelelahan, baru sadar kalau masing-masing memiliki sifat alami. Dalam bahasa tetua di Jawa, puncak pencaharian bertemu saat seseorang mulai tahu diri.Meditasi tanpa perlawananNyaris semua manusia begitu berhadapan dengan persoalan, penderitaan langsung bereaksi mau menyingkirkannya. Bosan lalu cari makan. Jenuh kemudian cari hiburan. Sakit lalu buru-buru mau melenyapkannya dengan obat.

Inilah bentuk nyata dari hidup yang melawan sehingga berlaku rumus sejumlah psikolog what you resist persist. Apa saja yang dilawan akan bertahan. Ini yang menerangkan mengapa sejumlah kehidupan tidak pernah keluar dari terowongan kegelapan karena terus melawan.Berbeda dengan hidup kebanyakan orang yang penuh perlawanan, di jalan meditasi manusia diajari agar tidak melawan. Mengenali tanpa mengadili. Melihat tanpa mengotak-ngotakkan. Mendengar tanpa menghakimi. Bosan, sakit, sehat, senang, dan sedih semua dicoba dikenali tanpa diadili. Ia yang rajin berlatih mengenali tanpa mengadili, suatu hari akan mengerti.Dalam bahasa Inggris, mengerti berarti understanding, bila dibalik menjadi standing under. Seperti kaki meja, kendati berat menahan, ia akan berdiri tegak menahan meja.

Demikian juga dengan meditator. Persoalan tidak buru-buru dienyahkan, penderitaan tidak cepat disebut sebagai hukuman, tetapi dengan tekun ditahan, dikenali, dan dipelajari. Setelah itu terbuka rahasianya, ternyata keakuan adalah akar semua penderitaan. Semakin besar keakuan semakin besar penderitaan, semakin kecil keakuan semakin kecil persoalan. Keakuan ini yang suka melawan.Indahnya, sebagaimana dialami banyak meditation master, saat permasalahan, penderitaan sering dimengerti dalam-dalam sampai ke akar-akarnya, diterangi dengan cahaya kesadaran melalui praktik meditasi, ia lalu lenyap. Ini mungkin penyebab mengapa Charlotte JokoBeck dalam Nothing Special menulis, ”Sitting is not about being blissful or happy. It’s about finally seeing that there is no real difference between listening to a dove and listening to somebody criticizing us”. Inilah berkah spiritual meditasi.

Tidak ada perbedaan antara mendengar merpati bernyanyi dan mendengar orang mencaci. Keduanya hanya didengar. Yang bagus tak menimbulkan kesombongan. Yang jelek tak menjadi bahan kemarahan. Pujian berhenti menjadi hulunya kecongkakan. Makian berhenti menjadi ibunya permusuhan.Saat melihat hanya melihat. Ketika mendengar hanya mendengar. Perasaan suka-tidak suka berhenti menyabotase kejernihan dan kedamaian. Meminjam lirik lagu Bob Marley dalam Three little birds: don’t worry about the things, every single thing would be allright. Tidak usah khawatir, semua sudah, sedang, dan akan berjalan baik.

Burung tak sekolah, tak mengenal kecerdasan, tetapi terhidupi rapi oleh alam, apalagi manusia. Inilah meditasi tanpa perlawanan. Paham melalui praktik (bukan dengan intelek) jika keakuan akar kesengsaraan. Begitu kegelapan keakuan diterangi kesadaran, ia lenyap. Tidak ada yang perlu dilawan.Seorang guru yang telah sampai di sini berbisik: the opposite of injustice is not justice, but compassion. Selama ketidakadilan bertempur dengan keadilan, selama itu juga kehidupan mengalami keruntuhan. Hanya saling mengasihi yang bisa mengakhiri keruntuhan.

Sejumlah sahabat di Barat yang sudah membadankan kesempurnaan meditasi seperti ini kerap menyebut ini dengan Nur dari Timur. Cahaya penerang dari Timur di tengah pekatnya kegelapan kemarahan, kebencian, ketidakpuasan, dan kebodohan. Seperti listrik bercahaya karena memadukan positif-negatif, meditasi hanya perpaduan kesadaran-kelembutan, membuat batin bisa menerangi diri sendiri.***(Gede Prama Bekerja di Jakarta, Tinggal di Desa Tajun, Bali Utara)


Kebahagiaan Hakiki

Alur kehidupan memang tak pernah lempeng
Berkelok, naik, turun, dan kadang harus ngiup dari terpaan coba
Letih lelah menguras tenaga, pikiran dan kala
Itulah proses pematangan hati dan jiwa
'tuk semakin bijak meniti dan menata kehidupan

Aku turut merasakan apa yang kau rasakan dan alami
Aku percaya hati dan jiwamu putih dalam kesederhanaan
Aku mengerti bertumpuk kejujuran dan kepolosan membalut pribadimu
Aku salut kau cerdas memilah dan memilih langkah namun tetap tangguh dan teruji
Aku paham semua tentang diri mu

Percayalah, meski itu semua masih bergulir
Pertanda proses menuju kematangan hati dan jiwa terus berjalan
Sebagai tanda-tanda dan bukti kasih sayang Allah pada dirimu
Kebahagiaan tidak semata dapat diterjemahkan pada hal yang kasat mata
Kebahagiaan hakiki berada jauh di lubuk hati dan jiwamu yang putih bersih
Hanya dirimu yang mampu merasakannya sepanjang hayatmu
Bukan aku, bukan dia, bukan mereka, juga bukan siapa-siapa

@Jakarta November 2008
Sumber foto: www.bluemountain.com

Mengapa Dzikir Pertama 33 Kita Subhanallah?

[Cucu] : Abah, abah….. punten, mau tanya lagi…. Habis dari dulu kepikiran, dan belum ketemu jawabannya… Mengapa habis shalat, kita diajari mengucapkan dzikir kata-kata subhanallah sebanyak 33 kali?
[Kakek] : Begini cucuku, ini-mah apa yang abah pahami hari ini, kalimat subhanallah umumnya diterjemahkan dengan “Maha Suci Allah“… tapi ketika abah coba liat di kamus arab, akar kata subhaana itu diambil dari kata sa-bi-ha yang artinya berenang. lah, jadi kalau kalimat subhanallah jadinya buat abah lebih terasa mendalam maknanya ketika abah coba maknai dengan “berenang mengikuti kehendak Allah…” menghanyutkan diri dalam garis kehendak dan izin Allah, mengikutkan diri dalam aliran sungai kehidupan yang telah Allah gulirkan hari, walaupun tampak di mata kita itu semua menyakitkan, membuatnya menderita, membuat sengsara dan tidak sesuai harapan….

Nah, sering kali, kita-teh, si manusia yang sering gagal dalam memahami diri dan memahami betapa lemah diri ini, selalu merasa bahwa semua urusan dunia itu bisa dia atasi sendiri dengan kebanggaan akan cerdasnya akalnya, sering pula merasa bahwa semua masalah di hadapannya adalah ringan untuk di atasi bahkan akhirnya saking bangganya, saking percaya dirinya seringkali mencoba menentang setiap peristiwa yang hadir yang tidak sesuai dengan harapannya, sering mencoba mempertanyakan terus mengapa peristiwa itu begitu dan tidak begini, sering marah, kecewa dengan kegagalan demi kegagalan bahkan bisa jadi akan berujung pada sebuah pandangan bahwa Allah tidak adil, Allah menzhalimi hamba-Nya dst.dst….

Begituh, incu-ku yang baik… ALlah mengajari kita lewat kangjeng Nabi Mulia dengan dzikir subhaanallah, sebagai sebuah pengingat buat kita, untuk belajar mengalirkan diri dengan apa pun yang telah Allah izinkan terjadi, belajar mengikuti setiap garis takdir yang bergulir walaupun tampaknya di mata lemah kita itu semua peristiwa yang merugikan, yang menyengsarakan, peristiwa yang tidak adil dst.dst….
diulangi 33 kali, yang abah pahami sih, sebagai sebuah penekanan terus menerus, karena sebuah kalimat yang diulang berkali-kali semoga semakin meresap dalam diri semakin dalam, semakin terhayati…

Dan bisa juga kan kita jadikan sebagai doa… sambil mengulang-ulang lafadz subhanallah itu, sambil kita memohon, Ya Allah, alirkan diri hamba ini dalam kehendak-Mu, ya ALlah, alirkan diri hamba ini dalam perkenan-Mu, jadikan hamba sebagai wujud yang ridla menerima segala ketetapan apa-pun yang itu pasti baik buat hamba, pasti mengandung nilai kebaikan buat hamba, walaupun tampak tidak sesuai harapan, tampak tidak adil….

Berdzikir subhaanallah membentuk diri agar menjadi hamba yang ridla menerima ketetapan-Nya, senang menerima apa pun yang Dia hadirka, hingga akhirnya kita bisa merasakan bahagia dengan apapun yang ALlah gariskan, tampak senang ataupun tidak senang dimata kita….

Nah, karena seringkali umat gagal mewujudkan sikap ridla ini, maka itulah, Allah ajarkan lewat Nabi mulia sebuah dzikir yang selalu di ulang sebanyak 5 kali sehari, 150 kali sebulan, dan 1825 kali setahun… Wah bayangkan, kalau sampai ribuan kali diulang kalimat reminder ini tapi juga manusia gagal ridla dengan semua ketetapan ALlah ini… pantesan banyak orang yang kemudian gampang sekali mencela zaman, mencela takdir Allah, mencela semua keadaan kehari ini-an kita… Nah, begitu yang abah paham cucuku….

[cucu] : walah, walah, hatur nuhun abah, saya akan segera latihan dzikir lagi kalau gitu mah, soalnya selama ini saya gagal terus memaknai maknal luhur dibalik tasbih agung ini…. Subhaanallah…! subhaanallah…! subhaanallaah!

Posted in Mengapa? at 3:52 pm by kuswandani
Sumber foto: www.bluemountain.com

Mengapa Alhamdulillah menjadi kalimat dzikir 33 yang kedua?

[cucu] : Abah, terusin dong, kalau yang bacaan alhamdulillah itu…gimana maksudnya…dan kenapa diletakkan di urutan kedua…hayoo! maaf sekali abah, cucu-mu gak bermaksud menguji… punten..!
[kakek] : Ah, gapapa cu! emang udah kewajiban kamu bertanya, dan kewajiban abah mencoba menjawab… karena itulah maka jadilah sebuah tanya jawab….hehe…
Begini, kalimat kedua yang Nabi ajarkan adalah melafalkan dzikir alhamdulillah sebanyak 33 kali juga.. biasa disebut dengan istilah kalimat tahmid… sudah abah jelaskan sebelumnya kan, makna alhamdulillah berkaitan dengan tuntunan kanjeng Nabi sebagai ucapan kita setiap selesai mengerjakan sebuah pekerjaan apapun…

Kalimat tahmid, seperti yang abah jelaskan sebelumnya adalah kalimat kebersyukuran…bertahmid adalah memuji dalam bentuk mensyukuri…. sebaik-baik pujian kepada ALlah adalah dengan memuji-Nya, tapi bukan sekedar pujian lisan belaka, Engkau Maha Hebat ya ALlah, Engkau Maha Indah ya ALlah… tapi pujian yang paling Allah sukai adalah dalam bentuk keberhasilan kita memanfaatkan apa pun karunia yang telah Dia berikan….

Maka si hamba akan berhasil dijuluki sebagai hamba yang bersyukur ketika dia berhasil memanfaatkan apa pun yang dia terima, apapun yang telah dihadirkan kepadanya, apapun keadaan yang dia alami… diberi keluasan rizki, maka dia mensyukurinya dengan memanfaatkan kelebihan rizki itu untuk kemaslahatan orang lain dan dirinya…, sebaliknya, ketika dia dalam kondisi tersempitkan rizkinya, maka dia pun berhasil memanfaatkan kesempitan itu dengan melakukan hal2 yang membuat ALlah suka cita… dia akan belajar bersabar, belajar menerima dan merasa cukup dengan yang sedikit itu….

Karena itulah, dia layak disebut sebagai hamba yang bersyukur…. dan ketika sebagian besar manusia hari ini lupa bersyukur, sulit bersyukur, memanfaatkan setiap kondisi yang sudah ALlah izinkan terjadi dalam bentuk apapun juga… Nabi mulia menuntun kita agar melafalkan kalimat alhamdulillah itu sebagai bentuk doa bagi yang belum mampu bersyukur….

Memohon, ya Allah, berikan hamba kemampuan mensyukuri apapun yang telah Engkau atur dalam hidup hamba ini…. dilafalkan 33 kali sebagai penguatan, pembangunan keyakinan atas pengharapan itu, diulangi dan diulangi dengan lafadz yang sama semoga semakin tertanam kuat dalam diri ini, perjuangan kita untuk bisa digolongkan menjadi hamba yang bersyukur….

Trus, kenapa diletakkan setelah lafadz subhanallah 33 kali? karena kemampuan bersyukur akan Allah hadirkan setelah kita diberi kemampuan bertasbih, mengikuti aliran sungan kehidupan yang sudah Allah atur sedemikian rupa, sedemikian unik dalam diri masing-masing hamba…. ridla tanpa protes dengan semua yang sudah ALlah hadirkan hari ini, apakah itu disebabkan oleh kesalahan manusia lain atau apapun juga, itu hanya perantara dari Tangan Dia Yang Maha Menggerakan kehidupan dengan secermat-cermatnya….

Tugas manusia adalah menerima terlebih dahulu setiap peristiwa apa pun yang sudah terjadi, mengambil hikmah dan pelajaran atas setiap kesalahan-kesalahan mereka, lalu kita syukuri dengan berbuat, berbuat, apa yang mampu kita perbuat, berjuang semampunya merubah apa yang mampu kita rubah…dst.dst… kita belum mampu merubah? mari kita serahkan kembali kepada-Nya sebagai bentuk tawakkal kita… tanpa harus menyesali ketidak mampuan kita melakukan hal yang belum mampu kita lakukan…

Ah, seperti itu cucuku, semoga dapat kita maknai bersama, semoga kita digolongkan menjadi hamba2-Nya yang mudah bersyukur… amin, amin,,
[cucu] : alhamdulillah, hatur nuhun pisan, abah….. bismillah, saya akan belajar bersyukur sekarang… dimulai dengan belajar melafalkan dzikir alhamdulillah 33 kali saya ini.. dengan lebih lembut, lebih penuh harapan, lebih penuh penghayatan…… amin, amin, amin…

Posted in Mengapa? at 9:09 am by kuswandani
Sumber foto: www.bluemountain.com

Mengapa 33 kali Dzikir Ketiga usai Shalat …. Allahu Akbar…?

[Cucu] Sekarang biar lengkap abah, saya mau tanya tentang dzikir setelah shalat yang ketiganya, mengapa harus bertakbir sebanyak 33 kali?
[Kakek] Saya coba jawab lagi sesuai dengan pemahaman abah hari ini yah…. Semoga Allah terus menuntun abah, jika pemahaman ini benar adanya menurut-Nya, tentu Dia akan menguatkan makna ini, tapi sebaliknya jika ini hanya permainan akal manusia lemah kayak abah sekarang, semoga Allah juga akan menunjukkan yang lebih baik dari sekarang…. Takbir Allahu Akbar, adalah ungkapan akan kecilnya diri ini, dan Maha Besarnya Dia Yang Agung…

Allahu Akbar, Allah Yang Besar, diri yang kecil,
Allah yang Besar, masalah diri yang jauh lebih kecil, sehingga keputus-asaan kita dalam menghadapi masalah yang tampak kita tidak mampu mengatasinya, dengan menganggap-Nya besar, maka si hamba yang kelak akan mendapatkan kekuatan-Nya dalam menghadapinya..
Allah yang Besar, ujian hidup diri yang mestinya lebih kecil, seberat apa pun pandangan lemah kita dalam menghadapi ujian, serumit apa pun tampaknya di mata manusia, sehebat apa pun dirasakannya oleh kita, semoga dengan takbir ini, akan terbangun sebuah pengharapan besar, Dia Ta’ala yang kelak akan memberikan kita kemampuan melihat hakekat sebenarnya dibalik ujian-Nya,

Dengan bertakbir, kita sedang menyerahkan segala keterbatasan kita kepada-Nya, dan membiarkan Dia kelak yang akan memberikan secuil kesempurnaan-Nya…
dengan bertakbir, ego diri, kesombongan diri, kebanggaan diri, rasa takjub diri… semoga tergugurkan, semoga tertanggalkan, semoga terkikis habis, bis….
dengan takbir yang sama pun, semoga kelak Allah yang akan memberikan secuil kekuatan-Nya, tapi tampak sangat berarti buat kita, sepersejuta kebesaran-Nya, tapi itu sangat menggetarkan kita,

Membangun rasa diri yang hina, semoga Dia yang akan memuliakannya,
Membangun rasa diri yang tak berdaya, semoga Dia yang akan mengangkat kita..
Membangun rasa diri yang penuh alpa, semoga Dia yang akan terus menuntun jalan-Nya…
Membangun rasa diri yang jatuh lagi dan jatuh lagi dan jatuh lagi…. semoga Dia yang kelak akan terus mengampuni, dan mengampuni dan terus mengampuni kita…
Itu makna luhur takbir kita nak…

Bukan malah dengan takbir yang sama, kita serasa sebuah pasukan penghancur… na’udzubillah!!
Bukan malah dengan takbir yang sama, kita menjadi manusia yang mudah menghakimi sini dan sana… na’udzubillah,
Bukan malah dengan takbir yang sama, kesombongan demi kesombongan kita yang paling benar makin terkuak lebar…. wah na’udzubillah!
Bukan malah dengan takbir yang sama, lahirlah kebanggan diri yang baru, lahirlah rasa benar diri yang membuat di luar diri salah semua, lahirlah ketakjuban diri paling suci, paling beragama, paling shalih, paling kuat, paling taat, paling ahli surga, paling tak berdosa…. Na’udzubillah… na’udzubillah…

Itu takbir yang abah pahami cucuku….
Dan yakinilah, kita akan bisa bertakbir dengan benar…. setelah kita berhasil bertasbih, mengikuti aliran kehendak-Nya dengan benar, menjalani semua sungai kehidupan dengan benar…. lalu kita juga bisa mensyukuri dan ridla dengan apapun yang telah Allah hadirkan hari ini…..bisa bertahmid dengan benar….

Dan….
Ketika kita lupa bertasbih, lupa bertahmid, juga lupa bertakbir dengan benar…maka Allah terus dan terus dan terus mengingatkan kita di dalam setiap dzikir harian kita, di dalam setiap 33 kali lafadz yang kita bisikkan dengan rintihan kecil kita…
Subhaanallah……
Alhamdulillaah…
Allahu akbar……
Duh, ya Allah.… rindu nian, hamba bisa berdzikir dengan benar…..
Allah….Allah… Allah....

Posted in Mengapa? at 12:44 am by kuswandani
Sumber foto: www.bluemountain.com

Selasa, Desember 16, 2008

Tasbih adalah Kehidupan

Sebuah Tasbih adalah kehidupan. Berawal dan berakhir di titik yang sama. Bukan Tasbih bila hanya terdiri dari satu butir. Bukan Kehidupan bila hanya satu dimensi. Kehidupan akan sempurna bila telah melewati serangkaian untaian butiran suka, duka, derita, bahagia, gembira, gagal, sukses, pasang, dan surut.

Seperti Tasbih yang melingkar, kehidupanpun demikian. Kemanapun akan pergi dan berlari, Tetap masih dalam lingkaran Takdir Illahi. Dari-Nya kehidupan dimulai dan kepada-Nya akan berakhir. Tasbih adalah wakil jiwa yang selalu bergerak, tidak pernah berhenti, Pantang menyerah, Tidak mengenal putus asa, Untuk meraih yang lebih tinggi.

Hidup adalah karunia paling berharga untuk makhluk bernama manusia. Maka jangan pernah mengharap cinta, bila engkau tidak memiliki keberanian. Jangan memeluk cinta, bila takut gagal, kecewa dan sakit hati. Semua itu adalah paket yang akan ditemukan oleh siapapun dalam meraih cinta.

(Dikutip dari Derap-derap Tasbih -)

Sumber foto: http://www.muslimbase.com/index.php?cPath=354