By Wahyu Wibowo
Buat FA; Anies; Din; Fb; Julia; Frrh; HCB; Kurniawan; Adek Alwi.
pada akhir ciumanmu, buku fajar pun tertutup wewangian,
setelah lembar-lembar syair kita tulisi, tentang gelora angin
yang ingin secepatnya berjuntai di atap Villa des Rosses
kita pun bersitatap: atap Villa des Rosses tetap memejam mata,
menanti syair usai digubah, seperti ujung penantian Willem Elsschot
pada Villa des Rosses di Antwerpen, yang lantas menerbangkan
ribuan kunang-kunang pada gelayut tubuh kita
kita pun bergegas: menutup buku fajar dengan juntaian angin
di atap Villa des Rosses, merobek lembaran syair yang tak juga
rampung, menebarkannya di antero leherku yang, lirih katamu,
mirip kilau pedang Willem Elsschot, dan membiarkanmu merabai
lekukan bibir angin di atap Villa des Rosses
pada akhir ciumanmu, kita harus terus menulisi lembar-lembar syair,
sekalipun tinta tinggal setetes dan gumam yang tertahan
Pasarminggu, 17 Mei 2010
Minggu, Juni 06, 2010
Sabtu, Mei 29, 2010
Perias Pengantin
By Wahyu Wibowo
[buat: FA, Fbb, Frrh, HCB, Din]
untaian janji, yang pernah kau dengar, mirip
flamboyan tanpa akar, dan kau terus melukisi
rembulan dan mentari itu dengan rangkaian melati,
yang harumnya bahkan bukan untukmu, bersama cinta
yang mengendap dalam gelak
hanya sunyi yang mengepung, berhias untaian janji,
dan pendaran harum melati, yang melontarkanmu
pada sungai tua, yang airnya pernah mengaliri hati,
dan membasahi ruang-ruang di jantung, bergemericik,
memesona rembulan dan mentari itu pada sebuah muara
yang entah apa namanya, selalu saja begitu
mencari akar flamboyan, dan kau coba tanamkan kembali
pada janji yang teruntai, yang pernah kau dengar,
malah kau yang tersengguk
Yogyakarta, 20 Mei 2010
Selasa, Mei 25, 2010
Pomme d’Amour (Sampailah Kita ke Telaga Itu)
Saturday, May 15, 2010 at 10:59am
By Wahyu Wibowosampailah kita ke telaga itu, setelah tersaruk ke lebatnya hutan tanya, memetiki buah yang entah apa namanya, dan menulisi berlembar-lembar daun dengan puisi, yang semula sulit dimaknai, padahal rembulan begitu pasrah menatap
sampailah kita di telaga itu, dan kita pun hangat berpagut, sambil kenakan gaun pengantin, yang tak akan kita lepas, sebelum air telaga mengering, sebelum daun-daun berpuisi mengurapi aroma maknanya, dan sebelum angin menggoda Pomme d’Amour, yang merimbun di situ, yang kemudian kau suapkan kepadaku, penuh hasrat, mirip anak-anak rusa yang berlari-larian kegirangan mengejar sisa-sisa embun yang sembunyi
sampailah kita di telaga itu, akhirnya, saling menggigiti
Pomme d’Amour, berjanji seperti bumi yang takkan pernah ingin usai
mengitari mentari
Depok, 16 Mei 2010
Senin, Januari 04, 2010
The Last Border Line
Di garis batas terakhir itu
Aku mulai melangkah
Tinggalkan semua bayangan masa lalu
Pernik-pernik kenangan hanyalah diorama
Yang sesekali patut ditengok lagi
Ketika kekinian terbalut rutinitas
Di garis batas terakhir itu
Aku mulai mengayuh dayung
Biduk pelaminan 'kan berlayar menuju pulau harapan
Bersama sang nakhoda pemandu arah kehidupan
Membangun sumpah setia menjadi kenyataan abadi
Di garis batas terakhir itu
Aku mulai merangkai
Keluarga sakinah, mawaddah, wa rokhmah
Terngiang sudah teriakan bocah-bocah
Lucu....
Manja...
Nakal...
Menggemaskan...
Wujud ucapan ijab kabul di depan penghulu,
kerabat, keluarga, teman, tetangga, dan para undangan
Di garis batas terakhir itu
Aku mulai kian memahami
Arti dan makna sakralitas pernikahan
Bukan sekadar legitimasi keintiman
AmanahNya yang harus kupertanggungjawabkan
Sampai ke dunia sana
Insya Allah...
@jakarta, di garis awal 2010.
Sabtu, Januari 02, 2010
Kalau saja aku bisa...
kalau saja aku bisa membencimu
buat apa aku mencintaimu...
kalau saja aku bisa menyakitimu
buat apa aku menyayangimu...
kalau saja aku bisa bersembunyi
buat aku selalu di sampingmu...
kalau saja aku bisa berjalan sendiri
buat apa aku menantimu...
kalau saja aku bisa membunuh sepi
buat apa aku merindukannmu...
kalau saja aku bisa menutup diri
buat apa aku sudi kau menenciumku...
jadi, biarkan semuanya begini
dan akhirnya berlalu...
@jakarta, 01 januari 2010
buat apa aku mencintaimu...
kalau saja aku bisa menyakitimu
buat apa aku menyayangimu...
kalau saja aku bisa bersembunyi
buat aku selalu di sampingmu...
kalau saja aku bisa berjalan sendiri
buat apa aku menantimu...
kalau saja aku bisa membunuh sepi
buat apa aku merindukannmu...
kalau saja aku bisa menutup diri
buat apa aku sudi kau menenciumku...
jadi, biarkan semuanya begini
dan akhirnya berlalu...
@jakarta, 01 januari 2010
Langganan:
Postingan (Atom)