Minggu, Juni 14, 2009

Belajar dari lingkungan sosial terdekat

Malam itu udara Jakarta sangat panas. Jalan macet menambah gerahnya suasana di dalam bus kota yang aku tumpangi. Aku duduk di kursi persis dekat jendela di belakang sopir. Di sampingku seorang gadis kecil berumur sekitar 2.5 tahun dipangku ibunya tampak semakin gelisah. Kulihat rambutnya basah oleh keringat yang membasahi tubuhnya. Dugaanku benar, tidak lama kemudian suara jerit tangisnya terdengar amat lantang. ”Maaa.... pulang, Maaa... minta kacang...”.

Bahkan sebentar kemudian terdengar kata-kata tidak sopan keluar dari mulut anak tersebut sambil memukul-mukul ibunya sebagai suatu bentuk protes. Sang ibu yang masih muda itu, dengan logat betawinya berusaha membungkam anaknya sebab merasa malu dengan penumpang lain. Anak itu terus menjerit-jerit tanpa memedulikan bentakan ibunya. Suasana bis semakin sumpek dengan bertambahnya penumpang yang berdiri, dan
tangis anak kecil itu semakin melengking.

Pikirku, ah... mungkin anak ini lapar. Tapi tumben sekali tidak ada pedagang asongan yang naik menjajakan dagangannya, sehingga tidak bisa aku membelikan kacang atau roti yang dia inginkan. Aku mencari-cari dalam tasku andai ada makanan yang biasanya aku bawa seperti roti atau biskuit. Sial juga, saat itu ternyata di dalam tas tidak ada makanan sama sekali. Aku menyayangkan diriku, mengapa di saat aku ingin memberi namun tidak ada yang bisa aku berikan. Kasihan benar anak itu, terus menangis meminta makanan...

Akhirnya saat beberapa penumpang turun, dan suasana bis mulai sepi aku pindah tempat duduk agar si anak bisa duduk lega dan tidak kegerahan. Jalan semakin macet, pengamen turun naik silih berganti, dan akhirnya si anak terhibur juga saat si pengamen cilik menyanyikan lagu yang terkenal. Si anak tersenyum senang.

Kulihat tangan-tangannya kotor, wajahnya juga kotor. Ah... andai bisa aku mengambil foto wajahnya. Wajah yang lugu walau sempat menangis dan marah ke ibunya tapi tetap dia adalah anak kecil yang lugu, polos dan lucu. Meskipun tadi si anak itu mengeluarkan kata-kata kotor, itu hanya karena meniru dari orang tuanya, lingkungan sosial terdekatnya...

@jakarta, minggu pagi 14 Juni 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar