Jumat, Februari 06, 2009

Sibuk

Setiap aku berdiri di tepian jalan sudirman seusai jam kantor di sore hari, selalu saja aku melihat pemandangan yang sama, namun bagiku tetap menarik. Suasana begitu riuh dan ramai oleh orang-orang dari beragam status sosial: para eksekutif, karyawan, satpam, penjual makanan dan para pengemis. Penampilan orang-orang itu pun beraneka rupa: parlente, modis, sampai yang lusuh pun ada.

Para wanita dan pria eksekutif seakan berlomba memamerkan daya pikat seksualnya dengan dandanan mewah dan aroma parfum asal luar negeri. Sebaliknya, mereka yang dari strata menengah nampak sederhana meskipun tetap modis. Lain lagi yang terpuruk di strata bawah. Pakaian mereka lusuh, dandanan tak terurus, kucel, kusam, dan lungset merupakan identitas kesehariannya. Amat kontras dengan para eksekutif tadi.

Suasana di kawasan jalan sudirman begitu berwarna. Para pedagang segala macam barang berjejalan dan berebut menjajakan dagangannya. Ada penjual bakso, siomay, gorengan, es cendol, nasi goreng, air mineral, buah strawberry, mainan anak-anak dan penjaja koran. Semua ini menambah ruwetnya trotoar sehingga tidak lagi nyaman bagi pejalan kaki. Para penjual makanan yang berjajar di sepanjang sisi jalan sibuk melayani orang-orang yang antri. Mereka memanfaatkan waktu menunggu bus dengan membeli makanan sebagai pengganjal perut karena macetnya lalu lintas.

Suasana di ruas jalan sudirman sendiri tidak kalah ribut dan semrawutnya. Semua orang sibuk mengejar waktu untuk segera tiba di rumah masing-masing. Para pengendara motor bertumpuk tak teratur karena masing-masing berebut setiap jengkal ruas jalan dan kalau perlu menyerobot jalur yang digunakan oleh kendaraan jenis lain. Bahkan para pengendara motor ini sampai naik ke trotoar sehingga sangat mengganggu para pejalan kaki.

Ratusan mobil lalu lalang, dari yang mewah sampai bus yang butut. Pengemudinya tak kalah edan. Saling serobot, saling desak dan adu kuat menyingkirkan yang lain. Para kenek bus kota berteriak memanggil dan berebut penumpang. Deru mesin motor, mobil pribadi serta bunyi klakson dan asap knalpot berbaur menjadi satu menambah suasana semakin bising dan pengap. Arus lalu lintas menjadi macet. Kemacetan ini makin parah ketika turun hujan dan air menggenanggi ruas-ruas di sepanjang jalan sudirman.

Suasana teratur, rapi dan serba tertib justru telihat pada jajaran gedung-gedung pencakar langit. Semua gedung-gedung itu tampak mewah dengan fasilitas berteknologi tinggi, tempat konsentrasi dari berbagai kegiatan tingkat nasional dan global. Beberapa orang terlihat masih terlihat sibuk bekerja di dalam gedung-gedung mewah itu. Semua orang, termasuk aku, sibuk seperti berkejaran dan berlarian menghadapi kegiatan rutinitas setiap pulang kerja menjelang waktu sholat maghrib.

Tuhan, betapa sibuknya kami. Rasanya sudah tidak ada lagi ruang dan waktu untuk menikmati hidup ini dari aspek batiniah yang terwujud dalam perilaku religiusitas. Beruntunglah orang-orang yang dalam kesibukan seperti itu masih mampu mengingatMu...

@jakarta, malam hari 5 Februari 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar